EKBIS.CO, JAKARTA-- Kementerian Keuangan menyebut Indonesia memerlukan biaya penanganan perubahan iklim sebesar Rp 3.779 triliun. Hal ini sejalan komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) yang tertuang dalam Paris Agreement.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon atau CO2 pada 2030 sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen melalui dukungan internasional. "Totalnya Rp 3.779 triliun berdasarkan angka roadmap NDC mitigasi 2020. Namun angka ini akan terus kita pertajam," ujar Febrio dalam sebuah webinar, Senin (29/11).
Menurutnya, kebutuhan dana tersebut hanya sampai target penurunan emisi pada 2030. Artinya Indonesia masih membutuhkan pembiayaan yang lebih besar lagi untuk mencapai nol emisi pada 2060 mendatang.
"Kita ingin punya gambaran yang lebih lengkap berapa, biaya yang kita butuhkan untuk mencapai net zero emission. Ini baru konteks 2030 saja. Jadi angkanya akan lebih besar dari Rp 3.779 triliun itu," ucap Febrio.
Febrio menyebut, dana sebesar Rp 3.779 triliun tersebar digunakan kebutuhan beberapa sektor. Artinya, terjadi perbedaan harga atau biaya dalam upaya menurunkan satu juta ton emisi masing-masing sektor.
Sektor kehutanan misalnya, hingga 2030 nanti dibutuhkan biaya sekitar Rp 93,28 triliun. Lalu sektor energi dan transportasi, dibutuhkan biaya yang sangat besar untuk menurunkan emisi sebesar Rp 3.500 triliun.
Sedangkan sektor industri membutuhkan biaya Rp 920 miliar. Lalu sektor pertanian membutuhkan dana sebesar Rp 4 triliun sementara sektor limbah butuh biaya sebesar Rp 181 triliun.
"Limbah agak besar karena ini menyangkut pengelolaan gas metana dan lain sebagainya jadi butuh Rp 180 triliun," ucap dia.