Selasa 30 Nov 2021 13:31 WIB

PLTU Sumsel 8 Gunakan Teknologi Flue Gas Desulphurization

Guna pencapaian net zero emission, pembangkit memakai teknologi ramah lingkungan

Red: Hiru Muhammad
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 8 di Tanjung Lalang, Tanjung Agung, Muara Enim, Sumatera Selatan, ditargetkan dapat selesai pada Maret 2022 mendatang. PLTU Mulut Tambang terbesar di Asia Tenggara tersebut berkapasitas 2 X 660 Mega Watt (MW) dan progres pembangunannya telah mencapai 92,84 persen.
Foto: istimewa
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 8 di Tanjung Lalang, Tanjung Agung, Muara Enim, Sumatera Selatan, ditargetkan dapat selesai pada Maret 2022 mendatang. PLTU Mulut Tambang terbesar di Asia Tenggara tersebut berkapasitas 2 X 660 Mega Watt (MW) dan progres pembangunannya telah mencapai 92,84 persen.

EKBIS.CO,  MUARA ENIM--Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 8 di Tanjung Lalang, Tanjung Agung, Muara Enim, Sumatera Selatan, ditargetkan dapat selesai pada Maret 2022 mendatang. PLTU Mulut Tambang terbesar di Asia Tenggara tersebut berkapasitas 2 X 660 Mega Watt (MW) dan progres pembangunannya telah mencapai 92,84 persen.

"Kami baru saja menerima laporan progresnya sudah lebih dari 92 persen. Semoga lancar sesuai target dan dapat bermanfaat khususnya bagi masyarakat sekitar, menguatkan sistem kelistrikan Sistem Sumatera," ujar Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Selasa (16/11).

Baca Juga

Dalam mendukung pencapaian net zero emission, pembangkit tersebut memakai teknologi ramah lingkungan yakni super critical. Dalam rangka menekan emisi gas buangnya, PLTU Sumsel 8 juga menerapkan teknologi flue gas desulfurization (FGD) yang digunakan untuk meminimalkan sulfur dioksida dari emisi gas buang pembangkit listrik berbahan bakar fosil batubara.

Hal tersebut disampaikan Gusti Anggara Deputi GM Huadian Bukit Asam Power (HBAP), konsorium pelaksana proyek PLTU Sumsel 8 ditemui di lokasi proyek (16/11). Gusti menuturkan, FGD merupakan proses pencampuran emisi gas hasil pembakaran batubara dengan zat pengikat berupa kapur basah (CaCO3) agar kandungan sulfur dioksida yang dilepaskan ke atmosfer menjadi rendah.

Untuk diketahui, PLTU ini merupakan bagian dari proyek 35.000 MW. Pembangkit ini dibangun oleh PTBA melalui PT HBAP sebagai pengembang listrik (Independent Power Producer/ IPP). PT HBAP merupakan konsorsium antara PTBA dengan China Huadian Hongkong Company Ltd. "Proyek PLTU ini nantinya membutuhkan sekitar 5 juta ton batu bara per tahunnya yang disuplai dari IUP Bangko, di wilayah tambang PTBA Tanjung Enim," kata Gusti.

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement