EKBIS.CO, SYDNEY -- Dibandingkan sejumlah negara berpenduduk minoritas Muslim yang lain seperti Inggris dan Singapura, perkembangan industri keuangan syariah di Australia masih berada di tahap awal. Namun, dengan populasi ummat Islam yang terus bertumbuh serta awareness yang semakin meningkat untuk menjalankan transaksi ekonomi sesuai prinsip-prinsip syariah, industri keuangan syariah di Negeri Kanguru menyimpan potensi untuk terus tumbuh pesat di masa mendatang. Demikian takeaway utama dari agenda webinar Islamic Economy, Finance and Technology Australia (IEFTAR) yang diselenggarakan secara virtual pada Sabtu (4/12) lalu.
Seminar virtual tersebut diselenggarakan oleh Ashabul Kahfi Islamic Centre (AKIC), salah satu organisasi komunitas Muslim Indonesia di Sydney, berkolaborasi dengan tiga lembaga yaitu Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pengurus Wilayah Khusus Australia, Human Initiative Australia, dan Crescent Wealth Australia. Event ini diselenggarakan setelah berlangsungnya acara peletakan batu pertama pembangunan gedung AKIC di Wiley Park, barat daya kota Sydney.
Dihubungi di Sydney, Ketua Umum MES Australia Shaifurrokhman Mahfudz mengungkapkan kesyukuran pihaknya atas terselenggaranya webinar bertemakan ekonomi dan keuangan syariah ini. “Agenda ini menunjukkan dukungan dari komunitas Muslim Indonesia di Australia terhadap pengembangan ekonomi dan keuangan syariah setempat. Terlebih dengan komunitas diaspora Indonesia yang cukup besar, sudah saatnya kita mengambil peran yang lebih besar dan luas lagi dalam ikhtiar bersama ini. Alhamdulilah, selama ini AKIC telah menunjukkan komitmen dakwah ekonomi syariah yang luar biasa bersama MES Australia,” kata Shaifurrokhman Mahfudz dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Sementara itu dalam keynote speech-nya, pendiri AKIC Dr Teuku Chalidin Jacob menyinggung perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Negeri Kanguru, serta awareness umat Islam dalam menggunakan jasa keuangan syariah. “Seminar ini dimaksudkan untuk mendorong awareness terhadap perkembangan industri keuangan syariah di Australia, dan AKIC akan turut serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki, termasuk jejaring para pakar, untuk ikut mendorong bertumbuhnya ekonomi dan keuangan syariah,” ungkapnya.
Juga bertindak sebagai keynote speaker webinar tersebut beberapa tokoh terkemuka komunitas muslim di Australia, yaitu Sheikh Shady Alsuleiman (presiden Australian National Imams Council), Dr Sayd Farook (direktur eksekutif Crescent Foundation), dan Prof Fethi Rebhi (University of New South Wales). Ketiga pembicara tersebut menyoroti perkembangan ekonomi dan keuangan syariah dari aspek yang berbeda, yaitu hukum syariah, tantangan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Australia, serta pemanfaatan data keuangan untuk mendorong inovasi keuangan syariah.
Dr Sayd Farook, yang merupakan praktisi industri keuangan syariah di Australia, menekankan bahwa industri keuangan adalah sektor yang highly-regulated. Karena itu, diperlukan pemahaman yang mendalam atas berbagai peraturan dan persyaratan berlaku, misalnya terkait pendirian lembaga keuangan syariah. “Merupakan fardhu kifayah bagi kalangan muslim Australia yang memiliki kompetensi terkait untuk terjun langsung di bidang ini. Dengan demikian, diharapkan industri keuangan syariah dapat terus berkembang dan menyediakan pilihan yang semakin luas bagi aktivitas ekonomi kaum muslimin, baik kegiatan produksi, konsumsi, maupun investasi,” jelas Sayd.
Selanjutnya, sesi pertama webinar IEFTAR mengulas seputar perkembangan industri keuangan syariah di Australia. Dalam sesi ini narasumber terdiri dari para praktisi industri keuangan syariah yang telah lama berpengalaman memahami seluk-beluk industri. Narasumber pertama adalah Dean Gillespie, yang merupakan Chief Executive Officer dari Islamic Banking Australia (IBA) Group.
IBA Group merupakan calon bank syariah pertama di Australia yang saat ini tengah menuggu izin operasional dari lembaga regulator setempat, Australian Prudential Regulatory Authority (APRA). Kehadiran CEO dan sebagian pengurus yang merupakan non-Muslim di IBA Group juga menunjukkan bahwa sejatinya keuangan syariah bersifat inklusif dan terbuka untuk beragam kalangan. “Jadi IBA Group belum beroperasi sebagai sebuah bank, kami berharap bahwa izin operasional APRA akan kami peroleh pada Januari 2022 nanti,” demikian Dean Gillespie.
Hadir juga sebagai narasumber Mas Johan Harris, Head of Investment dari Crescent Wealth, yang merupakan satu-satunya lembaga superannuation fund (dana pensiun) syariah di Negeri Kanguru. Johan menjelaskan sejarah pendirian Crescent Wealth serta strategi perusahaannya ke depan untuk terus bertumbuh. “Saat ini Crescent telah memiliki sebuah lembaga superannuation fund syariah dan sebuah lembaga pembiayaan syariah. Kami merencanakan juga untuk mendirikan perusahaan asuransi syariah di masa yang akan datang,” tuturnya.
Berikutnya, materi disampaikan oleh Dr Imran Lum, direktur keuangan syariah dari National Australia Bank, salah satu dari empat bank terbesar di Australia. Imran menguraikan pengalamannya membentuk unit keuangan syariah di sebuah bank besar, serta berbagai strategi bisnis dan tantangan yang dihadapi. Juga bertindak sebagai narasumber di sesi pertama Dr Abulkhair Jalauddin, seorang pakar keuangan syariah serta direktur dari Islamic Financial Services Council of Australia (IFSCA) sekaligus Dewan Pakar MES Australia. Abulkhair menjabarkan besarnya peluang pasar industri keuangan syariah, terutama dengan terus meningkatnya populasi Muslim Australia khususnya yang berada di kelompok usia produktif.
Sesi kedua webinar IEFTAR ini mendiskusikan beragam peluang yang perlu dioptimalkan oleh komunitas diaspora Indonesia di Negeri Kanguru. Membagikan pengalamannya berkecimpung di industri fintech syariah yang terus berkembang, bertindak sebagai salah satu pembicara Wachid Muslimin dari ALAMI Sharia, salah satu lembaga peer-to-peer financing syariah di Indonesia.
Wachid menguraikan latar belakang pendirian perusahaannya serta perkembangan yang telah dicapai sejauh ini. Dengan dukungan ekosistem industri keuangan syariah yang semakin kuat di Tanah Air, ALAMI Sharia menargetkan pertumbuhan yang semakin tinggi di masa mendatang, sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional pasca-pandemi. Sebagai Ketua Umum MES United Kingdom, Wachid juga merespons kerja sama program penguatan literasi ekonomi dan keuangan syariah serta collaborative research dengan MES Australia.
Untuk itu, Ketua Umum MES Australia Shaifurrokhman Mahfudz dalam paparannya di sesi kedua ini menekankan kembali pentingnya mengukuhkan komitmen bersama dalam membangun kalimatun sawa’ (common platform) dengan semua komponen umat Islam dan diaspora pada umumnya. Australia dan Inggris adalah dua negara minoritas muslim yang memiliki persoalan dan tantangan sendiri dalam membangun ekosistem ekonomi dan keuangan syariah.
“Maka, berbagi pengalaman dan ilmu untuk tujuan mulia memasyarakatkan ekonomi syariah menjadi sebuah keniscayaan. Dengan visi ‘realizing economic power’ atau mewujudkan kekuatan ekonomi ummat, secara bertahap MES Australia telah memulai proyeksi pengembangan tata kelola Islamic commercial and social fund untuk kemaslahatan komunitas Indonesia di Australia,” paparnya.
Dengan demikian, sangat diharapkan peran serta dan kontribusi komunitas diaspora Indonesia dalam mendukung pertumbuhan industri keuangan syariah di Negeri Kanguru. “Kebutuhan ini dirasa semakin penting terlebih setelah diratifikasinya Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), yang diharapkan dapat memberikan dampak positif yang semakin luas bagi pelaku industri halal dan industri keuangan syariah, baik di kalangan diaspora Indonesia di Australia maupun masyarakat di Tanah Air. Dengan kekuatan ekonomi, insya Allah ummat dan bangsa ini akan menjadi lebih berdaya, bermartabat, dan berdaulat”, pungkasnya.