EKBIS.CO, JAKARTA -- Kemampuan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dalam melaksanakan program Operation and Maintenance (O&M) lapangan uap dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) menjadi perhatian pelaku industri lainnya. Salah satunya adalah PT Geo Dipa Energi (GDE) yang melakukan benchmark terkait program O&M di PGE Area Lahendong yang telah dijalankan dengan prinsip excellent.
Benchmark yang dilakukan oleh GDE ini sejalan dengan program improvement yang tengah dilakukan perusahaan geothermal tersebut dalam melakukan pengembangan WKP Patuha 2 dan Dieng 2.
General Manager PGE Area Lahendong, Ahmad Yani, menyambut baik kedatangan tim manajemen GDE yang ingin menyerap best practise O&M PGE. Ahmad Yani mengatakan, kehandalan program O&M PGE sangatlah mempengaruhi kinerja excellent PGE dalam membawa perusahaan ini ke arah yang lebih baik dan mampu menjawab tantangan bisnis yang dihadapi.
“PGE sangat membuka diri bagi pihak-pihak luar yang ingin melakukan benchmark. Semoga hasil dari benchmark ini membawa manfaat bagi pihak GDE di mana kita bisa saling sharing best practice, terlebih lagi saat ini kami merupakan perusahaan terdepan dalam menghadapi tantangan transisi energi di Indonesia,” ucap Ahmad Yani.
Pada kesempatan tinjauan lapangan di PLTP Unit 5 & 6 PGE Area Lahendong Tompaso yang dipimpin oleh Fairuz Noor selaku Maintenance Manager PGE Area Lahendong disampaikan beberapa hal oleh PGE, yaitu bagaimana peran program O&M PGE yang dilakukan dengan metode Risk Based Maintenance sehingga dapat menghasilkan maintenance asset yang reliable.
Maintenance Manager GDE Danang Sumalingga mengatakan PGE merupakan pionir pengembangan panas bumi di Indonesia selama lebih dari 35 tahun, di mana salah satu lapangannya yaitu Area Lahendong, yang telah beroperasi selama 20 tahun dengan kapasitas terpasang sebesar 120 MW.
“Saat ini kami tengah melakukan improvement terutama di organisasi serta program O&M. Kami melihat kinerja excellent yang dicapai oleh PGE Area Lahendong di Sulawesi Utara dengan karakter lapangan uap yang cukup kompleks namun dapat dikelola dengan SDM/Organisasi yang ringkas namun efektif efisien sehingga memicu kami untuk tahu lebih dalam,” ucap Danang Sumalingga.
Danang merasakan telah mendapatkan hasil yang positif serta insight baru dari benchmark tersebut. Pihaknya telah mendapatkan wawasan baru tentang perencanaan, implementasi hingga evaluasi program O&M PGE. Menurutnya, hal tersebut akan menjadi masukan yang berarti bagi GDE untuk bisa melakukan perbaikan.
Selain itu, pengembangan penyediaan energi panas bumi yang dilakukan PGE merupakan wujud dukungan dan memenuhi komitmen goal ketujuh SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu memastikan akses energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan, dan modern bagi semua (affordable and clean energy).
Hal ini juga merupakan komitmen PGE yang menerapkan aspek environmental, social, dan governance (ESG) dalam setiap aspek menjalankan bisnisnya.
Saat ini Indonesia berada pada peringkat kedua pengembangan panas bumi di dunia dengan total kapasitas terpasang sebesar 2.133 MW, dan kontribusi dari Wilayah Kerja PGE sebesar 88 persen dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, yang terdiri dari 672 MW yang dioperasikan sendiri dan 1.205 MW yang dilaksanakan melalui Kontrak Operasi Bersama.
Dari 672 MW yang dioperasikan sendiri oleh PGE, dibangkitkan dari 6 Area yaitu Area Lahendong – Sulawesi Utara dengan kapasitas terpasang sebesar 120 MW, Area Kamojang – Jawa Barat dengan kapasitas terpasang sebesar 235 MW, Area Ulubelu - Lampung dengan kapasitas terpasang sebesar 220 MW, Area Karaha – Jawa Barat dengan kapasitas terpasang sebesar 30 MW, Area Lumut Balai – Sumatera Selatan dengan kapasitas terpasang sebesar 55 MW dan Area Sibayak – Sumatera Utara dengan kapasitas terpasang sebesar 12 MW.