EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) (PTPN VIII) berkomitmen untuk menjaga lahan konservasi di perkebunan sawit yang berada di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dengan ditanami pohon langka bernama Guttapercha.
"Lahan tumbuhan Guttapercha tetap dipertahankan sebagai lahan konservasi, di samping kita ambil daunnya," kata Asisten Kepala Wakil Manajer PTPN VIII Unit Sukamaju Dadan Ramdan saat dihubungi di Jakarta, Senin (10/1/2021).
Tumbuhan Guttapercha tumbuh di 333 hektare lahan yang tersebar di delapan area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII yang berada di Kabupaten Sukabumi. Tumbuhan Guttapercha sudah ada sejak zaman kolonial Belanda yang pada saat itu pemerintahan Belanda di Nusantara memproduksi getah Guttapercha dan dikirim ke berbagai negara di Eropa untuk produksi berbagai perlengkapan.
Getah Guttapercha pernah menjadi komoditas andalan pemerintahan Hindia Belanda pada akhir abad 19 dan dieksploitasi besar-besaran yang menyebabkan tanaman tersebut hampir punah.
"Semenjak alih budidaya dari karet ke sawit mulai 2002, tanaman Guttapercha dipertahankan. Kalau untuk lahan konservasi tidak berubah," kata Dadan.
Bahkan PTPN VIII juga melakukan budidaya kembali tanaman yang hampir punah tersebut meski tanpa adanya tambahan lahan konservasi. Pemerintah mensyaratkan setiap perkebunan kelapa sawit di Indonesia mendapatkan sertifikasi ISPO atau Indonesian Sustainable Palm Oil. Salah satu persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi tersebut yaitu dampak lingkungan yang harus dijaga dengan melindungi area-area bernilai konservasi tinggi.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), setiap anggotanya diwajibkan untuk mengimplementasikan prinsip ISPO yaitu menjaga dampak lingkungan dengan melakukan rehabilitasi sungai, menjaga cadangan hutan di dalam kawasan perkebunan sebagai sumber penyerap karbon, serta program restorasi hutan bakau. Gapki mencatat, seiring usia tanaman bakau yang terus meningkat sejak ditanam di area perkebunan pada 2011, juga meningkatkan jumlah spesies fauna dan fauna yang bermigrasi ke kawasan hutan bakau tersebut dari di bawah 10 spesies pada 2011 menjadi lebih dari 50 spesies pada 2016.