Penta mengatakan, pertumbuhan KPR ke depan akan sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi perekonomian nasional, antara lain pengendalian COVID-19 agar tidak terjadi gelombang kasus baru serta kebijakan pemerintah.
Seperti diketahui setiap terjadinya gelombang penambahan kasus baru, maka ekonomi akan melambat dan berdampak pada turunnya berbagai sektor, termasuk perumahan. Tak hanya itu, program stimulus PPN yang ditanggung pemerintah (PPN DTP) terbukti mampu memicu tumbuhnya KPR secara nasional sepanjang pandemi. Lantas dengan adanya perpanjangan program ini diyakini akan mampu mendorong tumbuhnya industri perumahan di 2022.
Sementara itu, menurut Heliantopo, Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), prosentase KPR di Indonesia masih kecil di bawah 10 persen, padahal pertumbuhan perumahan tidak ada matinya. Karena itu, SMF tetap aktif melakukan pembiayaan jangka panjang kepada Lembaga penyalur baik konvensional maupun syariah.
Terkait hal itu, SMF juga tengah melakukan kerjasama pembiayaan perumahan untuk pekerja di sektor informal (kredit mikro) dan inisiasi program baru untuk mendukung keterjangkauan pemilikan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah.
Heliantopo mengatakan, SMF akan terus bersinergi dengan Kementerian/Lembaga untuk mendukung program pemerintah di bidang perumahan, di antaranya melalui program perluasan penyaluran subsidi perumahan (program Fasilitas Likuditas Pembiayaan Perumahan/ FLPP) dan memberikan akses pendanaan kepada masyarakat yang tinggal di daerah kumuh untuk meningkatkan kualitas rumah yang dimiliki.
Wakil Ketua Umum DPP REI, Danni Wahid, mengatakan, kebangkitan industri properti sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor properti berkontribusi sebesar 13,6 persen terhadap PDB nasional dan mampu menyerap tenaga kerja hingga 8,5 juta pekerja atau 6,95 persen dari total tenaga kerja nasional tahun 2020.
Presiden Jokowi saat membuka Rakernas REI lalu menyebutkan, industri properti memiliki multiplier effect dan rantai pasok terhadap 175 industri lain yang sangat tinggi konten lokal.
Meski berkontribusi cukup signifikan, namun masih perlu perbaikan dilapangan agar program berjalan mulus ke depan. Salah satunya kebijakan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Kebijakan ini penting karena memberi kontribusi program perumahan di lapangan.
Danni mengungkapkan, saat ini mayoritas daerah belum menetapkan petunjuk dan pelaksanaan (juklak) dalam bentuk perda retribusi PBG. Harus ada perhatian agar perda PBG ini bisa selesai di bulan Januari sehingga memberi dampak terhadap produksi rumah dan serapan insentif PPN DTP.
Terkait hal itu, perlu dilakukan relaksasi terhadap aplikasi perizinan Sikumbang yang dikembangkan Kementerian PUPR terhadap syarat PBG, termasuk segera menetapkan besaran harga rumah subsidi dan rusun untuk tahun 2022. Selain itu, REI meminta adanya fokus pada fasilitas pembiayaan untuk non-fixed income (sektor informal) dengan memperbanyak kuota BP2BT dan dikhususkan untuk non-fixed income.
Sektor informal perlu mendapat perhatian lebih karena jumlahnya semakin banyak terutama selama masa pandemi. Endang Kawidjaja, Ketua Umum Himperra (Himpunan Pengembang Pemukiman Dan Perumahan Rakyat) mengatakan, pandemi yang berlangsung hampir dua tahun ini membuat sektor properti harus survive.
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah diharap menjadi lokomotif sektor perumahan, terutama rumah subsidi untuk MBR. Menanggapi hal itu, Presiden Jokowi telah meminta pengembang properti untuk menjaga momentum ekonomi di masa pandemi. Dengan dukungan tersebut diharap target produksi 230.000 unit rumah tahun 2022 bakal dengan mudah tercapai.