Selasa 18 Jan 2022 17:22 WIB

OJK: Kerugian Akibat Investasi Ilegal 2011-2021 Capai Rp 117,4 T

OJK sebut investasi ilegal kerap tawarkan klaim tanpa risiko agar masyarakat tergiur

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
OJK sebut investasi ilegal kerap tawarkan klaim tanpa risiko agar masyarakat tergiur. Ilustrasi.
Foto: Republika/Thoudy Badai
OJK sebut investasi ilegal kerap tawarkan klaim tanpa risiko agar masyarakat tergiur. Ilustrasi.

EKBIS.CO, PALU -- Kerugian yang dialami masyarakat akibat tergiur dan terjebak investasi ilegal sejak tahun 2011 hingga 2021 mencapai Rp 117,4 triliun dengan jumlah korban mencapai jutaan orang. Data ini diungkapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Wakil Ketua I Satgas Waspada Investasi Wiwit Puspasari merincikan pada 2011 tercatat total kerugian akibat investasi ilegal sebesar Rp 68,2 triliun, kemudian Rp 7,9 triliun pada tahun 2012, dan Rp 0,2 triliun pada 2014. "R p0,3 triliun pada tahun 2015, Rp 5,4 triliun pada 2016, Rp 4,4 triliun pada 2017, Rp 1,4 triliun pada 2018, Rp 4 triliun pada 2019, Rp 5,9 triliun pada 2020, dan Rp 2,5 triliun pada 2021," katanya dalam rapat koordinasi penanganan investasi ilegal dan pinjol ilegal bersama Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi di Kota Palu, Selasa (18/1/2022).

Baca Juga

Ia menerangkan penyebab utama maraknya investasi ilegal di era teknologi informasi saat ini dapat dilihat dari dua sisi, yakni dari sisi pelaku dan masyarakat yang menjadi sasaran para pelaku investasi ilegal. Dari sisi pelaku, kemudahan membuat aplikasi, website, dan penawaran melalui media sosial serta banyaknya server di luar negeri menyebabkan penawaran investasi ilegal semakin marak.

"Sedangkan dari sisi masyarakat, mudahnya tergiur bunga tinggi dan belum paham terhadap investasi mengakibatkan kerugian yang masif dalam hal jumlah korban dan nilai kerugian," ujarnya.

Wiwit mengatakan dalam menjalankan aksinya, para pelaku investasi ilegal biasanya menggunakan berbagai modus meliputi kegiatan like dan view post di media sosial dengan sistem penjualan langsung berupa paket member atau referral. Kemudian menawarkan jasa pengisian isi ulang pulsa dengan memberikan bonus berjenjang.

"Investasi ilegal biasanya juga menggunakan modus iklan seperti kegiatan jasa periklanan dengan sistem jaringan dan juga menggunakan skema piramida dengan modus penjualan buku elektronik," terangnya.

Selain itu, Wiwit menjelaskan pelaku investasi ilegal juga kerap menggunakan Skema Ponzi dengan modus membantu sesama, Skema Ponzi dengan modus penjualan saham, dan Skema Ponzi dengan modus belanja online.

Masyarakat sebaiknya mengetahui ciri-ciri investasi ilegal sehingga lebih waspada dan tidak tergiur. "Ciri-cirinya yakni menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat, menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru, memanfaatkan tokoh masyarakat atau tokoh agama untuk menarik minat berinvestasi," tambahnya.

Investasi ilegal juga kerap menawarkan klaim tanpa risiko agar masyarakat tergiur, legalitas tidak jelas, tidak memiliki izin usaha. Kalaupun memiliki izin kelembagaan seperti perseroan terbatas, koperasi, yayasan dan lain-lain, tapi tidak memiliki izin usaha.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement