EKBIS.CO, YOGYAKARTA -- Pariwisata bahari atau tirta adalah usaha yang menyelenggarakan wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut, sungai, danau, dan waduk. (UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan)
Kegiatan wisata bahari berdasarkan daya tarik wisata meliputi: bentang darat pantai, meliputi kegiatan rekreasi olah raga susur pantai, bola voli pantai, bersepeda pantai, panjat tebing pada dinding terjal pantai (cliff), dan menelusuri goa pantai; bentang laut, meliputi kegiatan berenang (swimming), memancing (fishing), bersampan yang meliputi mendayung (boating) dan berlayar (sailling), berselancar (surfing) dan parasailing; kolam air dan dasar laut, meliputi kegiatan menyelam seperti diving baik dengan alat bantu dan/atau kendaraan (kapal selam kaca mini) atau tanpa alat bantu sama sekali; wisata budaya (cultural tourism); dan wisata pesiar (cruise tourism).
Menurut Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS, para pemuda mempunyai peran pentingmemajukan pariwisata bahari. “Pemuda berperan penting dalam mendorong pariwisata bahari melalui berbagai preofesi yang mereka tekuni,” kata Prof Rokmin Dahuri saat menjadi narasumber Webinar dan Diskusi Publik “Mendorong Pengesahan RUU daerah Kepulauan di Indonesia” yang diadakan oleh Sekolah Politisi Muda Yayasan Satunama Yogyakarta, Jumat (28/1).
Pertama, kata dia, sebagai entrepreneur (wirausahawan) melakukan investasi dan bisnis di bidang pariwisata bahari secara lebih kreatif, inovatif, dan menguntungkan secara berkelanjutan.
Kedua, sebagai karyawan profesional dengan etos kerja unggul dan akhlak mulia, yang bekerja di perusahaan swasta, BUMN, atau koperasi di bidang pariwisata bahari.
“Ketiga, sebagai ASN (Aparat Sipil Negara) dengan etos kerja unggul dan akhlak mulia, yang bekerja di lembaga pemerintah (nasional, provinsi, dan kabupaten/kota) yang terkait dengan bidang pariwisata bahari,” kata Prof Rokhmin dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Keempat, sebagai anggota DPR, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, dengan etos kerja unggul dan akhlak mulia untuk bersama pemerintah menelorkan kebijakan (UU dan regulasi) terutama agar RUU Daerah Kepulauan segera dijadikan UU, politik anggaran, dan pengawasan yang kondusif bagi kinerja sektor pariwisata bahari Indonesia, sehingga menjadi yang terbaik di dunia.
Kelima, sebagai akademisi, peneliti, dan konsultan dengan kompetensi berkelas dunia dan akhlak mulia untuk menopang pariwisata bahari Indonesia menjadi yang terbaik di dunia.
“Keenam, sebagai LSM yang kompeten dan baik untuk mendukung pariwisata bahari yang inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan,” ujar Rokhmin yang juga menjabat sebagai ketua Dewan Pakar Aspeksindo.
Rokhmin menjelaskan, potensi pariwisata bahari Indonesia sangat luar biasa. Namun pemanfaatannya belum maksimal. “Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia -- yang 77 persen wilayahnya berupa laut, dengan 17.504 jumlah pulau, 95.181 km panjang garis pantai, dan potensi mega marine biodiversity, serta ditambah keindahan alam (pantai, pulau kecil, panorama permukaan laut dan bawah laut) yang menakjubkan -- Indonesia sejatinya memiliki potensi pariwisata bahari yang luar biasa besar,” ungkap ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.
Namun, ia menambahkan, hingga kini, kontribusi sektor pariwisata bahari bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa masih kecil. Thailand dengan panjang garis pantai 6.675 km dan hanya 35 pulau, meraup devisa dari pariwisata bahari mencapai 46,5 miliar dolar AS pada 2015. “Sementara Indonesia, total devisa sektor pariwisata pada 2015 hanya 9 miliar dolar AS,” katanya me ngutip data World Tourism Council, 2015.
Ia lalu memparkan sejumlah permasalahan dan tantangan pembangunan pariwisata bahari Indonesia. Antara lain, aksesibilitas dan konektivitas ke lokasi wisata bahari (pulau kecil, pesisir, dan laut) umumnya rendah; infrastruktur dan sarana pembangunan di lokasi wisata bahari umumnya buruk; product development and packaging obyek/destinasi wisata kurang inovatif dan menarik; promosi dan pemasaran kurang memadai; kualitas SDM (pemerintah, operator, dan masyarakat) relatif rendah; dan dukungan dan sinergi dari instansi pemerintahan terkait masih kurang.
Selain itu, degradasi dan pencemaran ekosistem pesisir dan laut; konflik pemanfaatan ruang dengan sektor lain; kemananan, khususnya di wilayah perbatasan, kurang terjamin;dan kontribusi wisata bahari terhadap PDB di Indonesia masih sangat kecil, sekitar 4 persen (9 miliar dolar AS). “Negara tetangga seperti Thailand wisata bahari mampu menyumbang 46,5 miliar dolar AS, dan Malaysia (13,6 miliar dolar AS) pada 2015,” ujarnya.
Faktor lain, kata dia, manfaat pariwisata untuk masyarakat dan perekonomian wilayah relatif masih rendah; basis data dan informasi kurang lengkap dan akurat, terutama mengenai wisatawan asing. Sehingga, sering terjadi adanya orang asing melakukan kegiatan usaha dengan visa wisata atau sebaliknya mereka melakukan bisnis dan wisata sekaligus; dan regulasi terkait industri wisata bahari kadangkala terjadi tumpang tindih/disharmoni; kurangnya koordinasi dan kerjasama lintas sektor (Indonesian Tourism Incorporated) untuk pengembangan pariwisata bahari.
“Faktor lain yang juga memperanguhi adalah kebijakan politik-ekonomi (kredit perbankan, fiskal, moneter, iklim investasi, dan ease of doing business) kurang kondusif,” kata Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS.