Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyebut kelangkaan minyak goreng setelah ditetapkannya harga eceran tertinggi (HET) Rp 14 ribu disebabkan keterlambatan pengiriman dari pihak distributor. Situasi ini berbanding terbalik dengan tingginya permintaan dari masyarakat.
Khofifah menyebut, kelangkaan minyak goreng seharusnya tidak terjadi, mengingat kebutuhan minyak goreng masyarakat Jatim hanya sekitar 59 ribu ton per bulan. Sedangkan kapasitas produksi pabrik minyak goreng di Jatim mencapai 62 ribu ton per bulan. Artinya, masih ada surplus sebesar 3.000 ton.
Khofifah mengatakan, saat turun ke lapangan, pihaknya mendapati banyak toko-toko ritel modern yang mengaku tidak mendapatkan suplai minyak goreng bahkan hingga satu pekan. Tentunya kondisi ini semakin mempersulit masyarakat yang tidak bisa mendapatkan minyak goreng dengan HET yang sudah ditetapkan pemerintah.
Khofifah kembali menegaskan pentingnya rantai pasok dalam pengendalian harga minyak goreng di pasaran. Menurutnya, jika ada satu bagian yang tersendat atau bermasalah, maka akan mengganggu ketersediaan barang di pasaran. "Saya rasa kita semua punya kewajiban untuk bisa mengamankan kebijakan Presiden yang ingin memberikan penguatan daya beli masyarakat," kata dia.