Kamis 24 Feb 2022 09:43 WIB

Peluang Investasi Saham dan Obligasi di Tengah Pemulihan Ekonomi

Rendahnya investor asing di pasar saham dan obligasi turunkan risiko volatilitas

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja melintas di depan layar indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta.  rendahnya kepemilikan investor asing di pasar modal, baik di pasar saham maupun obligasi, juga menurunkan risiko volatilitas nilai tukar jika terjadi arus dana keluar dari Indonesia saat sentimen global memburuk.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Pekerja melintas di depan layar indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. rendahnya kepemilikan investor asing di pasar modal, baik di pasar saham maupun obligasi, juga menurunkan risiko volatilitas nilai tukar jika terjadi arus dana keluar dari Indonesia saat sentimen global memburuk.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Kondisi perekonomian dalam negeri yang semakin pulih dari pandemi disebut menjadi momentum penting bagi investor untuk merancang kembali portofolio investasi. Seiring dengan perbaikan ekonomi, pasar modal Indonesia pun terus menunjukkan arah yang positif. 

Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Freddy Tedja, mengatakan kondisi ini didukung dengan kesiapan dalam menghadapi gelombang ketiga Covid-19 serta tingginya tingkat vaksinasi. 

Baca Juga

"Sinyal keberlanjutan pemulihan ekonomi di Indonesia terlihat dengan terjadinya peningkatan siklus investasi dan konsumsi masyarakat yang menjadi katalis penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Freddy, dikutip Kamis (24/2). 

Stabilitas nilai tukar rupiah didukung indikator stabilitas makroekonomi seperti suku bunga riil, inflasi, neraca transaksi berjalan, dan cadangan devisa yang menunjukkan perbaikan solid membuat Indonesia lebih kuat dalam menghadapi normalisasi kebijakan moneter global. 

Selain itu, rendahnya kepemilikan investor asing di pasar modal, baik di pasar saham maupun obligasi, juga menurunkan risiko volatilitas nilai tukar jika terjadi arus dana keluar dari Indonesia saat sentimen global memburuk.

Freddy juga melihat Indonesia lebih siap dalam menghadapi perubahan kebijakan moneter dan fiskal seiring dengan tmrencana The Fed menaikkan suku bunga. Antisipasi pasar terhadap jumlah kenaikan suku bunga menjadi semakin agresif, berada pada kisaran kenaikan 4-5 kali di tahun 2022 ini. 

Freddy menilai sangat wajar jika terjadi sedikit volatilitas pasar pada periode kenaikan suku bunga The Fed. "Namun stabilitas makroekonomi Indonesia saat ini yang jauh lebih baik dibandingkan dengan data-data periode kenaikan suku bunga The Fed di masa lalu, membuat Indonesia jauh lebih kuat dalam menghadapi kenaikan ini," kata Freddy. 

Di sisi lain, perkembangan invasi Rusia ke Ukraina menjadi salah satu risiko yang harus diwaspadai, karena dapat menimbulkan peningkatan volatilitas di pasar finansial dunia. Sebagai negara penghasil komoditas, baik di bidang pertambangan maupun pertanian - terutama gandum, invasi Rusia ke Ukraina dapat menambah beban pada meroketnya inflasi dunia. 

Mencermati risiko dan menangkap peluang yang ada, Freddy menyimpulkan, perbaikan fundamental ekonomi Indonesia berperan sebagai penopang sentimen di pasar saham domestik.

"Optimisme pemulihan aktivitas ekonomi, fundamental ekonomi yang semakin baik, stabilitas nilai tukar rupiah, serta pendekatan investor yang forward looking past pandemic mendorong masuknya aliran dana asing di pasar saham Indonesia," jelas Freddy. 

Sementara itu, pasar obligasi Indonesia sudah lebih siap dalam menghadapi volatilitas eksternal. Kondisi fundamental yang suportif menjadi penopang pasar obligasi Indonesia di tengah tingginya sentimen eksternal.

"Fundamental yang suportif terlihat dari imbal hasil riil yang tinggi, defisit neraca berjalan yang mengecil, cadangan devisa yang meningkat, likuiditas domestik yang memadai, dan pasokan yang terkendali," terang Freddy.  

Di tengah kondisi saat ini, menurut Freddy, investor harus melakukan diversifikasi portofolio investasi. Investasi pada kedua instrumen, baik saham maupun obligasi, akan menjaga risk-return portofolio investor. 

Saham dapat menjadi pendongkrak kinerja yang didukung oleh potensi pemulihan ekonomi, sedangkan obligasi dapat memberikan kinerja yang lebih moderat dengan risiko yang lebih rendah. Keduanya sebaiknya dimiliki oleh investor sebagai diversifikasi aset pada portofolio di tengah kondisi global yang fluktuatif. 

Sebagai ilustrasi, dalam setahun terakhir, reksa dana saham Manulife Saham Andalan (MSA) mencatatkan kinerja sebesar 23,44 persen. Pada periode yang sama, reksa dana pendapatan tetap Manulife Pendapatan Bulanan II (MPB II) mencatatkan kinerja sebesar 3,37 persen dan Manulife Obligasi Unggulan (MOU) memberikan imbal hasil sebesar 5,45 persen.

"Di tengah kondisi perekonomian yang kondusif, investor tetap disarankan untuk melakukan diversifikasi portofolio dengan porsi yang sesuai dengan tujuan keuangan dan profil risiko masing-masing investor," tutup Freddy. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement