Harga daging sapi belakangan menjadi sorotan publik lantaran mengalami kenaikan harga hingga Rp 140 ribu per kg, dari harga normal di kisaran Rp 110 ribu per kg.
Sorotan publik terhadap harga pangan kian meningkat lantaran disaat bersamaan, sejumlah komoditas pangan pokok mengalami kenaikan harga, seperti minyak goreng, kedelai sebagai bahan baku tahu tempe, hingga cabai.
Salah satu penyebab kenaikan harga daging sapi saat, menurut penjelasan peternak hingga importir murni disebabkan tingginya harga dari negara pemasok, terutama Australia karena membatasi ekspornya demi memulihkan tingkat populasi usai diterpa bencana banjir, kekeringan, dan kebaran sejak 2019 lalu.
Sementara, biaya pemeliharaan sapi lokal juga naik yang berujung pada mahalnya harga jual sapi hidup. Salah satunya disebabkan bahan baku pakan Seperti bungkil kedelai, bungkil sawit, hingga pollard yang naik hingga 20 persen.
"Biaya pemeliharaan sapi itu 70 persen dari pakan. Sebagai gambaran, biasanya biaya pemeliharaan per ekor per hari itu cukup Rp 25 ribu, sekarang hampir Rp 30 ribu per ekor per hari. Itu cukup signifikan dan mau tidak mau terkompensasi ke harga jual," kata ketua PPSKI, Nanang Subendro kepada Republika.co.id.
Saat ini, Nanang menjelaskan harga sapi hidup lokal berkisar Rp 51-52 ribu per kg. Harga itu sudah mengalami kenaikan dari sekitar bulan Desember lalu yang masih sekitar Rp 48-49 ribu per kg.
Selain biaya produksi yang meningkat, para peternak saat ini juga cenderung menyiapkan sapinya untuk momen perayaan Idul Adha mendatang. Sebagaimana diketahui, Idul Adha menjadi momen puncak penjualan sapi lokal para peternak untuk mendapatkan keuntungan besar.