EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Perlindungan Konsumen (BPKN) mengingatkan, penjualan minyak goreng dengan cara bundling merupakan tindakan pelanggaran karena sama dengan pemaksaan terhadap konsumen. Sanksi terhadap praktik ini bahkan bisa berujung pada hukuman penjara.
"Kalau ada seperti itu berarti memanfaatkan situasi dan membuat konsumen tidak bisa memilih. Itu melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen," kata Ketua BPKN, Rizal Edy Halim Rizal kepada Republika.co.id, Jumat (3/11/2022).
Pasal 15 UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 menyatakan, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Sementara, Pasal 62 ayat 1 menjelaskan, pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 ayat 1 hurug a,b,c,e dan ayat 2, serta Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Rizal menjelaskan, sistem bundling yang tidak melanggar aturan yakni jika pemilik toko atau pedagang juga menyediakan minyak goreng satuan. Dengan begitu, konsumen bisa bebas memilih.
"Jadi, kalau dia bundling tapi tidak memberikan pilihan itu sama dengan memaksa. Sanksi denda maksimal Rp 2 miliar dan penjara maksimal lima tahun," kata dia.
Meski begitu, Rizal menuturkan, sejauh ini BPKN belum menerima aduan adanya penjualan minyak goreng sistem bundling. Laporan yang masuk terkait minyak goreng yakni masih mengenai harga yang melonjak di pasaran.
Namun, seperti diketahui, banyak masyarakat yang mengeluhkan adanya penjual yang menerapkan sistem itu. Di mana, penjualan minyak goreng dijual dengan paket dengan kata lain, untuk bisa mendapatkan minyak goreng maka konsumen harus membeli pula produk lain yang menambah pengeluaran.
Selain itu, praktik lain seperti adanya minimal belanja senilai tertentu untuk bisa mendapat minyak goreng.
Ia pun menjelaskan, fungsi BPKN yakni untuk menerima aduan. Sementara, tindakan pengawasan dilakukan oleh kementerian terkait. Seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan yang berkaitan dengan farmasi, serta BPOM untuk produk obat dan makanan.