EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan hanya mengatur harga minyak goreng curah sebesar Rp 14 ribu per liter dengan bantuan subsidi usai diumumkan pada Selasa (15/3/2022) kemarin. Sementara, harga minyak goreng kemasan sederhana dan premium dilepas sesuai harga pasar yang sedang tinggi.
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Saragih, mengatakan, kebijakan penetapan harga oleh pemerintah dalam melindungi kelompok masyarakat tertentu merupakan hal wajar.
"Pertimbangannya adalah kelompok masyarakat yang paling terdampak, apakah konsumen kemasan sederhana dan premium dianggap bukan kelompok masyarakat yang disasar? Itu pertimbangannya," kata Guntur kepada Republika.co.id, Rabu (16/3/2022).
Kendati demikian, Guntur menjelaskan, berbagai kebijakan intervensi harga oleh pemerintah harus mempertimbangkan segala risiko. Termasuk potensi penyimpangan-penyimpangan yang bisa terjadi di pasar bebas.
Kebijakan harga minyak goreng di hilir berkaitan erat dengan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) minyak sawit (CPO) di level hulu. Sebab, harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng yang sebelumnya diterapkan untuk konsumen bisa berjalan karena adanya DMO dan DPO meski pasokan belum merata.
Guntur pun menilai, efektivitas DMO dan DPO tersebut dapat dilihat dari ketersediaan minyak goreng dan harga saat ini. "Karena angka DMO 20 persen, seharusnya ketersediaan minyak goreng dengan harga yang ditentukan DPO seharusnya sudah mencukupi di pasar," ujarnya.
Sekretaris Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno, mengatakan, kebijakan itu menjadi "pil pahit" bagi konsumen karena pemerintah gagal dalam melaksanakan kebijakan minyak goreng yang terjangkau dari segi pasokan maupun harga.
Meski begitu, diharapkan kebijakan tersebut menjadi jalan tengah atas kelangkaan minyak goreng yang masih dirasakan masyarakat sekaligus para pedagang.
Hanya saja YLKI meminta meskipun harga minyak goreng kemasan tak lagi diatur dengan harga eceran tertinggi (HET), harga jual harus adil dan tetap terjangkau.
"Dengan harga yang dilepas ke pasar, kita harap dengan harga yang adil, bukan harga gilaan. Harga keekenomian yang adil bagi konsumen dan pelaku usaha, termasuk pedagang pasar tradisional," kata Agus kepada Republika.co.id, Rabu (16/3/2022).
Harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sederhana sebelumnya diatur sebesar Rp 13.500 per liter sedangkan kemasan premium Rp 14 ribu per liter. Adapun minyak goreng curah sebelumnya hanya Rp 11.500 per liter.
Sebelum ditetapkan HET, harga minyak goreng kemasan tembus hingga lebih dari Rp 20 ribu per liter, sementara minyak goreng curah di kisaran Rp 17 ribu per liter.
Agus mengatakan, situasi yang terjadi saat ini, harga minyak goreng memang sudah menyesuaikan dengan HET namun sulit diperoleh. Situasi itu tak berbeda seperti sebelumnya di mana pasokan banyak namun harga sangat tinggi.
"Jadi untuk di tataran konsumen, ada tiga hal yang saling terkait, akses, harga, dan kualitas," katanya.
Lebih lanjut, YLKI juga menekankan perlunya pengawasan lebih ketat dalam perdagangan minyak goreng ke depan. Pasalnya, ada potensi disparitas harga minyak goreng yang jauh antara kemasan dan curah.
YLKI memahami, pemerintah hanya mematok HET minyak goreng curah untuk melindungi masyarakat kecil dan usaha mikro yang membutuhkan. Namun, tidak menutup kemungkinan konsumen minyak goreng kemasan yang notabene masyarakat menengah juga akan menggunakan minyak curah.
"Ini perlu diawasi lebih kuat dan betul, dibutuhkan kesadaran konsumen apakah dia termasuk yang membutuhkan minyak goreng curah atau bukan," kata dia.