EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah meyakini sejatinya satu orang konsumen di Indonesia bisa mendapatkan dua liter minyak goreng dalam sebulan. Hal itu berdasarkan perhitungan dari minyak sawit mentah yang telah dialihkan ke minyak goreng.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menjelaskan, pemerintah telah berhasil mengumpulkan sebanyak 720 ribu ton Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah. Dari jumlah tersebut, pemerintah telah menjadikannya minyak goreng sebanyak 570 juta liter.
"Kalau kita convert ini menjadi liter, kasarannya ini lebih dari 570 juta liter. Jadi bapak dan ibu, menurut BPS kita mengkonsumsi satu liter per bulannya, 570 juta liter itu setara dengan dua liter untuk seluruh orang Indonesia," ujar Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Kamis (17/3).
"Jadi kalau kita lihat itu, setara dengan 1,7 kali atau 168 persen dari kebutuhan konsumsi per bulannya yang diperkirakan sebesar 327 ribu ton. Jadi bapak dan ibu, secara teoritis ini sudah jalan," sambungnya.
Namun, lanjut Mendag, pasokan minyak goreng ke masyarakat terhambat lantaran disebabkan disparitas harga antara harga domestik dengan internasional saat HET diberlakukan sejak Februari 2022. Adapun melonjaknya harga minyak goreng salah satunya disebabkan oleh perang antara Rusia dan Ukraina.
Pasalnya, keduanya adalah negara yang memproduksi minyak dari biji bunga matahari. Namun, konflik tersebut membuat penggunaan minyak biji matahari atau sunflower dialihkan ke CPO. "Saya tidak memprediksi dan ini kesalahan saya, saya tidak tahu dan memprediksi bahwa akan terjadi invasi dari Rusia terhadap Ukraina," ujar Lutfi.
Dua hal tersebut membuat hadirnya pihak-pihak yang disebutnya serakah memanfaatkan kondisi tersebut. Salah satunya ketika adanya mafia dan spekulan yang menimbun, bahkan menyelundupkan minyak goreng ke luar negeri.
Kementerian Perdagangan, kata Lutfi, tak bisa melawan penyimpangan-penyimpangan tersebut. Ia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan tak cukup kuat untuk memberantas mafia-mafia tersebut.
"Yang dipunyai Kementerian Perdagangan pasalnya ada dua, yaitu Undang-Undang Nomor 7 dan 8, tetapi cangkokannya itu kurang untuk bisa mendapatkan daripada mafia-mafia dan spekulan-spekulan ini," ujar Lutfi.