EKBIS.CO, JAKARTA -- Kendati pandemi Covid-19 belum hilang, sektor real estate di Tanah Air terus menunjukkan kinerja dengan pertumbuhan yang positif secara kontinu. Berbagai stimulus yang diberikan pemerintah dinilai berdampak positif pada sektor perumahan.
Chief Economist Bank BTN, Winang Budoyo, mengatakan pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif dibandingkan kredit lainnya pada perbankan nasional. "Sebagai contoh, sepanjang kuartal IV 2021 kredit KPR tumbuh 9,55 persen, sementara kredit perbankan secara umum hanya tumbuh 5,24 persen," ujar dia dalam webinar yang digelar Bank BTN bersama Rumah.com, Rabu (23/3/2022).
Pada kuartal sebelumnya, kredit KPR tumbuh 9,32 persen, sementara kredit perbankan secara umum hanya tumbuh 2,21 persen. Bahkan ketika kredit perbankan secara umum turun hingga -3,77 persen secara kuartalan, kredit KPR masih tumbuh 4,30 persen.
Menurut Winang, pertumbuhan industri perumahan pada 2022 sangat dipengaruhi faktor eksternal yang memengaruhi kondisi perekonomian nasional. Faktor eksternal itu di antaranya kenaikan harga komoditas sebagai dampak perang Rusia-Ukraina yang akan mendorong investasi dalam bentuk properti.
"Secara historis, ketika terjadi booming commodity price, maka pembelian properti akan tinggi sebagai cara untuk menyimpan aset," ujar dia.
Faktor eksternal lainnya adalah keberlanjutan program stimulus PPN DTP yang memicu tumbuhnya KPR sepanjang pandemi. Perpanjangan program ini diyakini Winang akan mampu mendorong tumbuhnya industri perumahan. "Meskipun PPN akan naik jadi 11 persen, namun insentif PPN bagi properti sebesar 50 persen masih berlaku untuk hunian baru di bawah harga Rp 2 miliar hingga September 2022," ucapnya.
Country Manager Rumah.com, Marine Novita, mengatakan pandemi membuat masyarakat beradaptasi dan melakukan perubahan sikap terkait hunian. Salah satunya, berdasarkan temuan survei Rumah.com Consumer Sentiment Survey H1 2022, hampir setengah total responden kini mempertimbangkan untuk memiliki rumah di luar pusat kota.
"Hal ini dinyatakan oleh 47 persen responden yang memiliki preferensi terhadap wilayah yang tidak terlalu ramai maupun pindah ke luar kota," ungkap Marine.
Kecenderungan untuk bisa tinggal di luar Jabodetabek jika kondisi memungkinkan bekerja dari rumah (WFH) juga makin meningkat. Hal ini seperti dinyatakan oleh 64 persen responden, merupakan kenaikan dari 55 persen responden dari periode sebelumnya.
Menurut Marine, Jawa Barat tetap menjadi daerah tujuan untuk ditinggali di luar Jabodetabek. Hal ini dinyatakan oleh 43 persen responden, disusul oleh Yogyakarta yang menjadi pilihan dari 26 persen responden. "Kemudian Bali dan Jawa Tengah masing-masing menjadi pilihan 20 persen responden lainnya," ujar dia.