EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi meminta pemerintah untuk mewaspadai kelangkaan solar karena bisa memicu kenaikan harga kebutuhan pokok di masyarakat akibat proses distribusi barang yang terganggu.
"Terhambatnya distribusi tersebut berpotensi makin menyulut kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang sebelumnya sudah mengalami kenaikan signifikan," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Jumat (25/3/2022).
Sebelumnya, Pertamina mengklaim stok solar subsidi aman secara nasional pada level 20 hari dan kelangkaan yang terjadi saat ini karena peningkatan permintaan sekitar 10 persen di atas kuota akibat pelonggaran kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Fahmy menyampaikan bahwa Pertamina mestinya sudah bisa mengantisipasi kenaikan permintaan yang hanya sekitar 10 persen tanpa menimbulkan kelangkaan solar subsidi.
Menurutnya, keterlambatan pasokan solar itu menyebabkan antrian panjang truk dan kendaraan umum. Bahkan sejumlah nelayan tidak bisa melaut untuk mencari ikan karena kesulitan mendapatkan solar untuk perahu mereka.
Ia meminta pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) agar mengawasi Pertamina untuk memasok solar sesuai kuota yang ditetapkan. Sedangkan Pertamina harus menjamin pasokan solar agar tidak terjadi kelangkaan.
"Untuk itu, Pertamina harus mempunyai kecukupan safety stock yang dibutuhkan untuk menambah pasokan saat terjadi peningkatan permintaan," katanya.
Pada 2022, BPH Migas telah menugaskan PT Pertamina Patra Niaga dan PT AKR Corporindo untuk menyalurkan 15,1 juta kiloliter minyak solar. Penetapan kuota itu telah mempertimbangkan kebutuhan masyarakat serta kemampuan keuangan negara.
Apabila terjadi peningkatan kebutuhan atau gangguan distribusi di suatu daerah, maka Pertamina Patra Niaga dan AKR Corporindo dapat melakukan penyesuaian kuota antar penyalur di daerah yang sama sepanjang tidak mempengaruhi jumlah total kuota daerah tersebut.
Dalam perubahan kuota suatu daerah, Pertamina wajib melaporkan kepada BPH Migas paling lambat satu bulan setelah perubahan agar penyaluran tepat sasaran, sehingga kuota Jenis BBM Tertentu bisa dikonsumsi oleh masyarakat yang berhak menerimanya.