EKBIS.CO, JAKARTA — Memiliki hunian adalah dambaan setiap orang, termasuk kaum milenial saat ini. Harga yang tidak murah untuk mendapatkan properti cukup menjadi kendala.
Ali Tranghanda, CEO of Indonesia Property Watch, melihat para pengembang saat ini lebih berhati-hati karena daya beli mayoritas segmen yang belum pulih akibat pandemi Covid-19. Pasar properti biasanya mengikuti harga komoditas. Harga properti akan naik 7-12 persen di 2022 karena sebelumnya sudah cuti naik harga karena pandemi.
“Tapi jangan tunggu kapan naik turun properti, beli aja dulu yang pasti properti akan terus naik,” kata Ali belum lama ini.
Sayangnya, dalam proses pembelian rumah, ada saja ditemukan pengembang-pengembang (developer) ‘nakal’ yang mengelabui calon kustomer. Ali menyebutkan, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan saat hendak membeli rumah, termasuk memperhatikan kriteria pengembang sebelum bertransaksi. Berikut beberapa tips agar terhindari dari masalah saat memutuskan membeli rumah dari developer.
Pastikan legalitas perusahaan
Ada beberapa alasan saat developer mangkir. Misalnya, tanahnya belum ada kesepakatan apa-apa dengan pemilik sebelimnya. Atau belum ada proses balik nama dan lainnya.
Sebagai customer, tentu sah-sah saja bertanya terkait hal tersebur. Apakah ke depannya properti tersebut akan menimbulkan masalah atau tidak.
“Pinteran dikit supaya si penjual tidak main-main,” kata Ali belum lama ini.
Pastikan nama pengembang masuk dalam daftar anggota asosiasi perumahan atau properti yang memang dipercaya, dilegitimasi pemerintah. Jadi kalau ada amaslaah, minimal bisa melapor ke asosiasi karena banyak rumah yang tidak jadi dibangun, dan kebingungan melapor ke siapa.
Untuk pengaduan konsumen pun agak susah ditindaklanjuti. Memang, bergabung di asosiasi juga tidak selalu menjamin developer untuk tidak nakal, tetapi minimal ini menjadi langkah pencegahan bagi kustomer.
Jangan mudah terpancing dengan harga murah.
Misalnya harga pasaran properti sejenis di Karawang, Rp 400 juta, lalu ada yang menjual jauh lebih murah, Rp 200 juta.
Ketika dibeli, rumah tidak dibangun-bangun karena biasanya developer seperti itu umumnya seperti kutu loncat.