Kamis 31 Mar 2022 17:37 WIB

Pertamax Naik, Pengamat: Subsidi Pertalite Bisa Jebol dan Kerek Inflasi

Pengamat menyebut shifting warga ke Pertalite bisa bebani APBN

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang konsumen bersiap mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (30/3/2022). Komisi VI DPR RI mendukung penyesuaian harga BBM non subsidi mengikuti harga keekonomian minyak dunia untuk menjamin kesehatan keuangan Pertamina dalam menjalani penugasan pemerintah.Prayogi/Republika.
Foto:

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal menilai kondisi sengkarut BBM hari ini akan berimbas kepada masyarakat. Apalagi, dengan keputusan pemerintah memberikan restu kepada Pertamina untuk menaikan harga Pertamax maka gap harga antara Pertamax dan Pertalite menjadi sangat jauh.

Saat ini Pertalite dibanderol Rp 7.650 per liter. Pertamax rencananya akan dibanderol Rp 12.000 per liter. "Karena beda harga dengan pertalite hampir 5000, jadi shifting konsumsi sangat akan signifikan," ujar Faisal kepada Republika.

Kondisi ini juga akan mengerek inflasi, kata Faisal. Meski memang tidak akan berdampak langsung pada sektor pangan tetapi akan berdampak langsung pada sektor transportasi. "Walau tidak berdampak langsung terhadap kenaikan bahan pangan, tapi setidaknya di sektor transportasi," tambah Faisal.

Faisal menilai, saat ini pemerintah harus memitigasi kemungkinan shifting konsumsi ini. Tak hanya dari sisi ketersediaan stok, tetapi juga dari ketahanan anggaran. Dengan adanya potensi shifting maka beban APBN terhadap subsidi Pertalite akan melonjak.

"Ya sangat perlu, untuk melihat kebutuhan subsidi efek dari peningkatan penggunaan pertalite setelah harga pertamax naik," ujar Faisal.

Data dari PT Pertamina (Persero) menunjukan bahwa realisasi konsumsi Pertalite hingga Februari kemarin mencapai 78 persen dari total konsumsi BBM. Sedangkan Pertamax hanya 21 persen dari total konsumsi BBM.

Merujuk data ESDM, pemerintah membatasi penyaluran Pertalite pada 2022 ini sebesar 23,05 juta KL. Angka ini didapat dari rerata harian konsumsi Pertalite di 2021. Namun, kondisinya saat ini konsumsi Pertalite saja sudah melebihi kuota bulanan.

Realisasi serapan Pertalite dari Januari hingga Februari 2022 mencapai angka 4,2 juta KL atau lebih 18,5 persen dari kuota bulan Februari. ESDM memprediksi bahwa hingga akhir tahun nanti konsumsi Pertalite bisa mencapai 26,5 juta KL.

Data BPH Migas menunjukan per 27 Maret 2022 stok Pertalite berada di angka 1,15 juta KL. Merujuk stok ini, maka ketahanan energi khusus Pertalite mencapai 15,7 hari.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement