EKBIS.CO, Oleh: Ratna Komalasari, Peneliti Sakinah Finance
Tidak terasa sudah tinggal beberapa hari lagi akan memasuki bulan ramadhan, sebagai umat Islam tentu hal tersebut merupakan waktu yang ditunggu-tunggu dalam satu tahun. Dua tahun ini kita semua menghadapi ramadhan dalam kondisi pandemi, dalam keadaan yang kurang stabil bahkan serba membingungkan, tapi semoga pada tahun ini kita dapat mempersiapkan lebih matang tentang ibadah-ibadah yang akan dimaksimalkan selama ramadhan.
Bukan hanya momen untuk memaksimalkan ibadah, ramadhan juga merupakan momen dimana konsumsi, pengeluaran dan ekonomi bergerak dengan cepat. Berbicara tentang konsumsi, dalam menghadapi ramadhan terdapat inflasi musiman yang rata-rata dicapai saat ramadhan antara tahun 2010 - 2019 sekitar satu persen.
Artinya jika terdapat kenaikan inflasi sekitar satu persen selama ramadhan kita akan mengeluarkan sekitar satu persen uang lebih banyak untuk membeli barang-barang yang kita butuhkan selama periode tersebut. Namun, pada tahun 2020 inflasi pada saat ramadhan menurun hingga mencapai 0,07 persen terjadi penurunan sangat signifikan pada periode klimaks pandemi di Indonesia. Pada tahun 2021 inflasi saat ramadhan mulai meningkat pada tingkat 0,18 persen yang mencerminkan bagaimana ekonomi mulai bergerak kembali.
Kemudian, apa sebenarnya dampak pada pengeluaran kita pada saat ramadhan nanti? Sudah menjadi hal yang umum diketahui hampir setiap bulan ramadhan terdapat tunjangan yang biasa disebut tunjangan hari raya (THR) yang diberikan menjelang idul fitri. Namun, disaat yang sama, kita mengetahui terdapat kenaikan harga barang. Hal ini sebaiknya menjadi pertimbangan ketika melakukan pengeluaran yang berlebihan selama ramadhan nanti.
Sebuah survey oleh RB consulting dan Snapcart TASC menunjukan berdasarkan persentase sebenarnya sebelum dan selama pandemi persentase komponen konsumsi rumah tangga tidak banyak berubah.
Pengeluaran untuk makanan dan minuman sebelum pandemi sebesar 71 persen dan selama pandemi 2020 sebesar 71 persen. Untuk fesyen 49 persen (sebelum pandemi) dan 35 persen (selama pandemi 2022); untuk Zakat, Infaq dan Sedekah sebesar 48 persen (sebelum pandemi) dan 39 persen (selama pandemi 2020); serta parsel dan hadiah untuk teman dan keluarga sebesar 38 persen (sebelum pandemi dan 32 persen (selama pandemi 2020).
Komponen pengeluaran ramadhan terdiri dari makanan dan minuman; fesyen; ZIS; hadiah untuk teman dan keluarga. Berdasarkan komponen tersebut sebelum dan selama pandemi persentase pengeluaran untuk pembelian makanan dan minuman tidak menurun signifikan.
Produk makanan dan minuman yang mengalami penurunan selama pandemi adalah makanan-makanan kurang sehat seperti makanan deep fried dan makanan instan. Sedangkan yang mengalami kenaikan adalah makanan sehat seperti sayur dan buah-buahan.
Penurunan sebesar 14 persen dalam pembelian fesyen, misalnya merk fesyen seperti H&M, Burberry dan lain-lain terpaksa menutup beberapa gerai di beberapa negara sebagai respon atas kerugian selama pandemi. Sementara untuk ZIS dan hadiah menurun sebesar 9 persen dan 7 persen, umumnya dari lembaga ZISWAF level kecil seperti lembaga amil zakat di daerah-daerah atau baitul maal dengan volatilitas yang masih relatif rendah.
Perlu dicatat terdapat karakteristik yang sedikit anomali terjadi di Indonesia dalam hal ZIS, berdasarkan laporan Dompet Dhuafa pada tahun 2020 penghimpunan ZIS selama periode klimaks pandemi tersebut justru meningkat sebesar 16.32 persen. BAZNAS juga melaporkan bahwa selama pandemi dua tahun berturut - turut, pendapatan pada bulan Ramadhan naik 30 persen.
Walaupun terdapat data global yang menjelaskan bagaimana karakteristik ZIS selama pandemi secara global yang menurun, namun Indonesia justru mengalami peningkatan dalam hal penghimpunan ZIS. Oleh karena itu, dengan mulai bergeraknya kembali perekonomian yang ditandai dengan peningkatan inflasi ramadhan pada tahun 2021 sebagai keluarga yang cerdas finansial kita harus mulai antisipasi dan mengelola keuangan sebaik mungkin selama ramadhan.