Sementara itu Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Sarno menambahkan pemerintah akan membahas penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dengan DPR dalam rangka penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2023.
"Yang perlu kita lakukan dalam waktu dekat adalah, setelah kita dapat arahan pasti dari bu menkeu, apakah akan kita segera eksekusi, kita akan segera sampaikan surat permohonan persetujuan dari Komisi XI DPR," kata Sarno.
Menurut dia, kalau kebijakan ini cepat disetujui oleh DPR maka penerapan cukai tersebut bahkan bisa masuk dalam rencana APBN Perubahan 2022. Dia memastikan, perluasan atau ekstensifikasi barang kena cukai, terutama produk pangan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan dengan mengandung garam, gula, dan lemak tinggi telah sesuai dengan amanah Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024.
Penerapan cukai MBDK diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM dan memperkuat ketahanan ekonomi terhadap pertumbuhan yang berkualitas. Sarno juga memastikan cukai MBDK akan dapat diterapkan pada MBDK yang kandungan gulanya melampaui batas atas yang ditetapkan pemerintah, dengan skema multi tarif.
"Kita ingin minuman dengan kadar gula lebih tinggi dikenakan tarif yang lebih tinggi. Cuma kira-kira kita ingin membuat threshold juga, seberapa besar kandungan gula yang masih aman dikonsumsi sehingga tidak dikenakan cukai," katanya.
Selain itu, pemerintah saat ini juga masih mendiskusikan penggunaan penerimaan negara dari cukai MBDK. Sebelum diterapkan, Sarno mengharapkan dukungan dari berbagai pihak terutama dalam memberi pemahaman pada masyarakat bahwa MBDK memang layak dikenakan cukai, dan tidak semata untuk menambah penerimaan negara.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tengah bersiap menarik pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) final atas aset kripto. Adapun kebijakan ini merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama, mengatakan aset kripto tetap dihitung sebagai objek pajak karena bukan termasuk mata uang. Namun, pengenaan PPh dan PPN final atas kripto memiliki besaran tertentu yang cenderung lebih kecil.
"Kripto ini memang kena PPN, dan juga kena PPh. Tapi angkanya kecil kok, sekitar 0,1 persen dari transaksinya," ucapnya.
Hasto menyebut saat ini pihaknya sedang menyiapkan aturan turunan untuk mengatur besaran pajak pada aset kripto. Hal itu mencakup Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto.
“Pemerintah bakal memberikan masa transisi bagi para pemungut PPN untuk melakukan berbagai persiapan. Aturan soal PPN final atas aset kripto akan diimplementasikan Mei 2022, nanti berbentuk PMK," ucapnya.