EKBIS.CO, JAKARTA -- Fintech syariah menyiapkan penyesuaian ketentuan penerapan pajak yang akan mulai berlaku pada 1 Mei 2022. Pemerintah resmi mengeluarkan aturan mengenai pemberlakuan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPn) terhadap penyelenggara teknologi finansial atau fintech dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022.
Co-Founder dan Chief Executive Officer Shafiq, Kevin Syahrizal mengatakan, Shafiq sebagai pionir dari Securities Crowd Funding fullpledge syariah tentunya akan menyesuaikan dengan aturan tersebut. Namun demikian, untuk PPN sendiri, sampai saat ini Shafiq belum bisa menerapkannya karena belum dikukuhkan sebagai Perusahaan Kena Pajak (PKP).
"Tetapi sebagai langkah awal persiapan kami, tentunya kami terus berdiskusi dengan AR dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat kami terdaftar dan tentunya melakukan sosialisasi kepada para penerbit dan calon penerbit kami," katanya kepada Republika.
Adapun terkait PPh, secara bisnis Shafiq berbeda dengan Penyelenggaraan Layanan Pinjam Meminjam, karena SCF merupakan Penyelenggaraan Penghimpunan Modal. Produk Shafiq adalah produk-produk permodalan, seperti saham dan sukuk.
Sedangkan dalam PMK tersebut, PPh yang diatur adalah PPh bagi Penyelenggaraan Layanan Pinjam Meminjam. "Jadi sepertinya terkait PPh kami masih akan mengacu ketentuan sebelumnya yaitu ketentuan terkait pajak dividen dan bunga obligasi (sukuk)," katanya.
Dan untuk dampak sendiri, Kevin mengatakan pastinya akan sangat berdampak bagi para penerbit dan calon penerbit. Karena dengan adanya PPN yang saat ini tarifnya 11 persen, tentunya akan menjadi biaya tambahan bagi para penerbit dan calon penerbit yang belum dikukuhkan sebagai PKP.
"Namun kami berharap hal ini tidak menjadi beban bagi para penerbit maupun calon penerbit kami," katanya. Karena SCF ini terlahir untuk membantu UKM di Indonesia agar bisa membesarkan bisnisnya dan yang paling utama agar permodalan yang mereka dapatkan tidak melanggar syariat agama.