EKBIS.CO, JAKARTA -- Pesantren menjadi pusat pemberdayaan ekonomi dan keuangan baru karena potensinya yang besar. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) salah satu yang memiliki sejumlah program untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi pesantren.
Kepala Bagian Edukasi, Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Primandanu Febriyan Aziz, menyampaikan, setidaknya ada tiga program keuangan dan pembiayaan yang khusus dikembangkan di pesantren. Program tersebut di antaranya Simpanan Pelajar iB yang merupakan produk tabungan untuk santri, Pembiayaan Melayan Rentenir (PMR), dan Bank Wakaf Mikro.
"Program ini dikembangkan khusus untuk memenuhi kebutuhan dan mengoptimalkan potensi di pesantren," kata Primandanu dalam Webinar Series 2 Ramadhan Indef, Selasa (12/4/2022).
Simpanan Pelajar iB sendiri adalah tabungan untuk siswa dari usia PAUD hingga SMA dan sederajat. Sejak dikembangkan mulai 2017, rekening pelajar ini juga bertujuan untuk meningkatkan inklusi keuangan.
Hingga 2021, pemanfaatannya terus berkembang menjadi satu juta rekening dengan nominal Rp 135 miliar. Diharapkan produk ini bisa terus didorong dan dimanfaatkan oleh santri.
Dari sisi pembiayaan, produk PMR adalah pembiayaan yang diberikan oleh jasa keuangan formal dengan proses cepat, mudah, dan berbiaya rendah. Tujuannya adalah mengurangi ketergantungan pada pembiayaan ilegal atau informal.
"Untuk PMR syariah sudah ada di Tasikmalaya sebesar Rp 244 juta untuk 73 debitur dan NTB sebesar Rp 413 juta untuk 413 debitur," kata dia.
OJK juga mengembangkan BWM yang memberikan akses permodalan bagi masyarakat kecil sekitar pesantren. Hingga April 2022, sudah ada 62 BWM dengan outstanding pembiayaan sebesar Rp 13,2 miliar dari 14 ribu nasabah.
Founder Kolektive.id dan Konsultan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Yudi Utomo, menyampaikan, ada banyak program juga yang menyasar pada pemberdayaan sumber daya manusia di pesantren. Seperti pelatihan dan magang, audisi bisnis pesantren, pendampingan dan jaringan, penetrasi dan pengembangan pasar, hingga suntikan modal usaha.
"Ada banyak program kemandirian ekonomi pesantren, dan ini harus terus ditingkatkan," kata Yudi.
Selain OPOP Jawa Barat, ada juga OPOP Jawa Timur, ada juga peta jalan pengembangan holding bisnis besantren Bank Indonesia, Peta Jalan Kemandirian Pesantren dari Kementerian Agama RI, dan lainnya. Menurutnya, pengembangan pesantren ini harus fokus ke sumber daya manusia.
Ini karena banyak pesantren yang kecil dan sangat butuh pengembangan pola pikir, khususnya kewirausahaan. Selain itu, sangat butuh bantuan kolektif dari ekosistem. Perlu juga klasterisasi unit bisnis pesantren berdasarkan skala dan sektor bisnis agar mudah intervensi.
Terakhir adalah digitalisasi program. Tahapan pemberdayaan ekonomi pesantren juga perlu dijalani sebagai bentuk monitoring dan evaluasi. Mulai dari perencanaan, penguatan kapasitas, pendampingan, hingga linkage ke pasar, akses pembiayaan, dan sektor lainnya.