Rabu 13 Apr 2022 10:14 WIB

Lima Inisiatif Bisnis PGN LNG Menuju Transisi Sustainable Energy

Nilai emisi LNG lebih rendah 40 persen daripada batu bara.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
PT PGN LNG Indonesia (PLI) sebagai bagian dari Subholding Gas Pertamina mengembangkan lima inisiatif dalam rangka diversifikasi Liquefied Natural Gas (LNG) sebagai energi transisi yang sustainable.
Foto: PGN
PT PGN LNG Indonesia (PLI) sebagai bagian dari Subholding Gas Pertamina mengembangkan lima inisiatif dalam rangka diversifikasi Liquefied Natural Gas (LNG) sebagai energi transisi yang sustainable.

EKBIS.CO, JAKARTA -- PT PGN LNG Indonesia (PLI) sebagai bagian dari Subholding Gas Pertamina mengembangkan lima inisiatif dalam rangka diversifikasi Liquefied Natural Gas (LNG) sebagai energi transisi yang sustainable.

Gas bumi mayoritas dibutuhkan oleh sektor industri dan pembangkit listrik. Pasokan gas juga lebih tinggi di skenario New Renewable Energy, disebabkan oleh kenaikan konsumsi gas di sektor pembangkit listrik untuk memenuhi lonjakan kebutuhan listrik akibat penambahan kendaraan listrik.

Baca Juga

Karena itu, dalam masa transisi energi saat ini, PLI menyusun inisiatif infrastruktur LNG, sehingga bisa mempercepat proses transisi energi. Ditambah lagi, nilai emisi LNG lebih rendah 40 persen daripada batu bara.

Inisiatif pertama yang dilakukan PLI adalah pengelolaan FSRU Lampung untuk menjaga kehandalan sistem penyaluran gas bumi di jalur pipa South Sumatera West Java (SSWJ). Ketika ada gangguan pasokan, FSRU Lampung dapat menyalurkan LNG ke SSWJ sehingga tetap dapat menjaga pasokan gas bumi sesuai kebutuhan.

“FSRU Lampung membantu meningkatkan volume penjualan gas bumi ke PLN Muara Tawar sebesar 20 sampai dengan 50 BBTUD,” jelas Direktur Utama PLI, Nofrizal, Selasa (12/4/2022) lalu.

“Inisiatif kedua adalah mendukung Pemerintah Papua Barat dalam penyediaan infrastruktur LNG untuk pembangkit listrik di Jayapura, Serui, Nabire, Biak, dan Manokwari. Kita memiliki kerjasama dengan BUMD di Papua Barat yaitu PT Padoma,” jelas Nofrizal.

Dalam hal ini membantu untuk menjalankan bisnis LNG dengan membentuk JV PLI dan PT Padoma yaitu PT Padoma Global Neo Energi (PGNE) dan terdapat alokasi LNG sebesar 20 BBTUD untuk lima lokasi.

Nofrizal melanjutkan bahwa proyek LNG di Papua Barat ini juga bagian dari langkah PLI untuk membantu Papua dapat menikmati sumber daya alam mereka sendiri, membangun bisnis LNG, serta memberikan bantuan baik dari sisi komersial, desain teknis, legal, dan sebagainya.

“Harapannya pada tahun 2023 akhir atau 2024 awal, kita sudah bisa memberikan revenue bagi PGNE yang mana menjadi revenue juga bagi Papua Barat. PGN membantu dalam penyediaan LNG dan infrastruktur LNG,” lanjut Nofrizal.

Inisiatif ketiga adalah LNG sebagai bahan bakar kereta api. Dari hasil uji statis, dengan sistem dual fuel diesel dan LNG didapatkan efisiensi yang lebih tinggi dibanding bahan bakar lain. Kemudian pada uji dinamis dengan trayek Jakarta-Surabaya Kereta Dharmawangsa, efisiensi perjalanan juga lebih tinggi dari bahan bakar lain.

Key factor LNG sebagai bahan bakar kereta ada di sumber LNG. Kita mengharapkan bisa segera mewujudkan terminal LNG di Pulau Jawa, sehingga secara komersial LNG bisa digunakan oleh KAI sebagai bahan bakar dan bagian dari komitmen ESG untuk mengurangi emisi,” jelas Nofrizal.

Inisiatif ke empat adalah LNG untuk kawasan pelabuhan dan ini menjadi salah satu bisnis masa depan Subholding Gas. Terdapat PP No 31 tahun 2021 mengenai penerapan IMO 2020 perihal standar emisi dengan maksimum kandungan sulfur sebesar 0,5 persen.

Sebagian besar kapal masih menggunakan bahan bakar yang menghasilkan emisi karbon dan sulfur di atas 0,5 persen. Maka dari sini, diambil peluang untuk menyediakan bahan bakar dengan emisi yang lebih rendah dan sulfur 0 persen. Salah satu segmen yang diambil adalah ketika kapal berada dalam kawasan pelabuhan dan membutuhkan listrik.

“Pertama kami akan menggunakan LNG Power Barge yang memiliki generator listrik di atas kapal dengan sumber energi LNG. Bisa dikatakan sebagai powerbank di atas kapal. Kedua yaitu LNG Shore Connection untuk memenuhi kebutuhan listrik kapal niaga ketika tambat di pelabuhan,” jelas Nofrizal, dalam siaran persnya, Rabu (13/4/2022).

Estimasi biaya listrik di kapal berbahan bakar HSD sebesar Rp 4.500 sampai 5.000 per KWH. Dengan menggunakan listrik dari power barge, kapal niaga akan menghasilkan nol emisi dan bisa lebih hemat biaya listrik 10-30 persen.

Inisiatif ke lima adalah Operation&Maintenance Fasilitas LNG untuk meningkatkan value creation dengan menjadi operator infrastruktur LNG baik di dalam Subholding Gas Group maupun di Pertamina Group. Ini akan menambah revenue dan pengembangan kemampuan Subholding Gas di bidang pengelolaan serta pemeliharaan fasilitas LNG.

“Inisiatif-inisiatif pada bisnis LNG ini berangkat dari peluang LNG ke depan, di mana LNG punya peran penting pada masa transisi menuju net zero emission pada tahun 2060,” tutup Nofrizal.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement