EKBIS.CO, JAKARTA -- Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengungkapkan sejumlah indikator ekonomi yang semakin membaik pada awal Maret 2022. Hal ini tercermin dari indeks keyakinan konsumen (IKK), penjualan eceran, growth dari penjualan kendaraan bermotor, konsumsi semen dan konsumsi listrik yang cukup baik.
Ketua KSSK sekaligus Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan inflasi pada Maret 2022 tetap terkendali sebesar 2,64 persen year-on-year. Hal ini didukung oleh masih cukup terkendalinya sisi penawaran di dalam merespon kenaikan permintaan dan juga tetap terkendalinya ekspektasi inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, serta berbagai respon kebijakan yang dilakukan pemerintah, terutama di dalam menjaga barang-barang yang diatur oleh pemerintah.
"KSSK tetap mewaspadai dan memantau stabilitas sistem keuangan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan," ujarnya saat konferensi pers virtual, Rabu (13/4/2022).
Kemudian cadangan devisa Indonesia pada Maret 2022 mencapai 139,1 miliar dolar AS. Hal ini, setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau tujuh bulan impor dan pembiayaan utang luar negeri pemerintah.
"Standar ini berada di atas standar kecukupan internasional yg biasanya dihitung sekitar tiga bulan kebutuhan impor, jadi lebih dari dua kali lipat dari standar kecukupan internasional," ucapnya.
Pada kuartal I 2022, nilai tukar rupiah mengalami sedikit depresiasi sebesar 0,33 persen secara rata-rata dibandingkan posisi akhir 2021. "Depresiasi Rupiah, tersebut adalah lebih rendah dibandingkan mata uang mata uang sejumlah negara berkembang lainnya," ucapnya.
Indonesia mengalami depresiasi 0,33 persen. Malaysia dengan mata uang ringgit mengalami depresiasi 1,15 persen year to date. India dengan Rupee mengalami depresiasi 1,73 persen year to date. Thailand mengalami depresiasi hingga 3,15 persen year to date.
Dari sisi eksternal surplus neraca perdagangan pada Februari 2022 meningkat 3,83 miliar dolar AS. Hal ini didukung oleh kenaikan surplus neraca perdagangan non migas, terutama dengan meningkatnya harga-harga komoditas global seperti batu bara, besi, baja dan CPO.
Sri Mulyani menyebut meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global dan aliran modal asing ke pasar keuangan domestik yang mengalami tekanan, investasi portofolio mengalami net outflow sebesar 1,3 miliar dolar AS sampai 31 Maret 2022 atau setara Rp 18,6 triliun (asumsi Rp 14.359 per dolar AS).
"Tekanan net outflow ini bila dibandingkan dengan negara emerging market lainnya yang juga mengalami net outflow masih relatif lebih rendah atau lebih baik," ucapnya.
Menurutnya perbaikan ekonomi global akan mengalami tekanan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya disertai dengan volatilitas pasar keuangan yang meningkat seiring ekshalasi dari perang antara Rusia dan Ukraina.
"Kebijakan moneter di negara-negara maju sebagai respon terhadap meningkatnya inflasi yang tinggi. Namun sisi lain dihadapkan pada potensi pelemahan ekonomi telah menimbulkan aliran modal pada emerging market yang tertekan," ucapnya.
Sri Mulyani menyebut kondisi ini terjadi seiring realokasi aset yang mencari tempat yang aman atau safe haven. Adapun konflik antara kedua negara telah memicu kenaikan harga-harga komoditas global secara signifikan, terutama komoditas energi, pangan dan logam yang berdampak meningkatnya inflasi global.