Lahir dari keluarga pengusaha, darah biru pebisnis mengalir deras di dalam tubuh William Sunito. Namun, tidak sekadar memiliki jiwa pedagang, pria kelahiran Jakarta 29 tahun lalu ini pun sengaja mendalami ilmu bisnis dengan menempuh studi di Amerika Serikat.
Mula-mula belajar Business Administration & Management di Edmonds Community College, kemudian menempuh studi Finance and Financial Management Services di University of Washington. Tidak berhenti di situ, William pun meneruskan belajar di MIT Sloan School of Management dalam Entrepreneurship Development Program dan Digital Marketing Analytics.
Setelah puas mengembara, mencari ilmu di AS, tahun 2015 ia kembali ke pangkuan keluarga, membantu bisnis yang telah dirintis sang kakek.
Awalnya bukan bisnis besar, hanya sebuah toko yang didirikan tahun 1959 di kawasan Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Namanya, Toko Wahab, yang mulanya merupakan toko kelontong sembako.
Dalam perkembangannya, 30 tahun kemudian, 1989, Toko Wahab di bawah payung PT Multi Makmur Abadi berkembang menjual bahan bakery & pastry. Dimotori orang tua William atau generasi kedua, toko ini menjadi pemasok bahan baku kue serta makanan jadi, antara lain makanan kaleng, makanan restoran, serta bakery & pastry.
Tidak berhenti sampai di situ, seiring berjalannya waktu, toko terus berkembang, bahkan menjadi distributor untuk manufaktur dan waralaba besar. Di sinilah William Sunito, sebagai generasi ketiga, turut mengambil peran.
William mencoba memperkenalkan model bisnis baru, yakni dengan mengubah dari offline menjadi online. Target pasar juga digeser ke UMKM. Sehingga, pada Juli 2017, berdirilah tokowahab.com, platform B2B marketplace khusus food-service supply.
“Situs ini sebagai jembatan industri manufaktur dengan UMKM di sektor sejenis. Jadi, pengguna bisa mendapat produk dengan harga kompetitif, terjamin, dan bisa nego harga dengan mitra,” kata William percaya diri.
Bukan tanpa rintangan William mengembangkan e-commerce ini, terutama dari aspek manajemen SDM dan sistem internal. Dia mengenang, ketika baru memulai, perusahaan masih mengunakan sistem DOS dan Excel manual, sehingga memengaruhi arus pembelian dan pengeluaran.
Dia juga membutuhkan SDM yang mengerti teknologi. “Saya merekrut anak-anak muda, sekitar lima orang. Bisnis ini diawali cuma dari saya (sebagai CEO), customer support, dan engineer,” ungkapnya. Seiring dengan perkembangannya, kini tokowahab.com sudah memiliki divisi pemasaran digital yang terdiri dari tim SEO, media sosial, serta penjualan. Total saat ini ada 20 karyawan.
Tidak hanya berhenti di e-commerce, William juga mengembangkan bisnis tokowahab dengan menjual layanan membantu promosi yang masih terkait jalur digital. Mereka menjembatani kalangan manufaktur ke UMKM. “Kami ada tim digital marketing untuk membantu mereka (melakukan) integrated marketing, seperti membuat video resep. Dari sana kami bisa mendapatkan revenue juga,” katanya.
Di grup perusahaan, kakak pertamanya bertindak sebagai deputi direktur. Adapun kakak kedua sebagai chef yang mengembangkan menu baru dan resep, serta melakukan komunikasi dengan chef lain. Mereka telah sepakat bahwa yang menentukan arah perusahaan adalah William, sedangkan yang lain bertugas mengefisiensikan dan memastikan goal si bungsu bisa tercapai.
Sebagai CEO, William mengungkapkan, prinsip yang dipegang teguh adalah tidak akan mengubah core business yang dibangun keluarga sejak dulu. Hanya saja, dia berusaha supaya tetap relevan dengan industri dan teknologi kekinian. Misalnya, mengembangkan penjualan online agar dapat memenuhi permintaan transaksi dari luar kota.
Sejauh ini, beberapa terobosan berhasil dilakukan. Di antaranya, menjadi satu-satunya usaha yang mem-branding-kan diri membantu UMKM bakery lebih sukses. “Dengan demikian, strategi bisnis kami lebih kompetitif,” ujarnya.
Selain itu, Toko Wahab juga menjanjikan layanan yang lebih convenient serta memastikan produk yang dijual memiliki sertifikat halal dan BPOM. “Selama pandemi dua tahun ini, kami melakukan edukasi di media sosial kami untuk memastikan UMKM bisa belajar bagaimana cara menjalankan bisnis bakery dan bagaimana men-develop menu,” katanya. Sebelum pandemi, follower Instagram TokoWahab.com mencapai lebih dari 100 ribu.
Berbekal pengalaman belajar ilmu keuangan di AS, William memakai kompetensinya itu untuk pengembangan Toko Wahab. Misalnya, ada bisnis yang revenue-nya meningkat, tetapi cash flow-nya tidak berkembang. “Nah, kami harus melihat operational expense, perkembangan piutang, dll.,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa finance itu jantung suatu bisnis.
Dulu, orang tua dan kakek William menjalankan bisnis menggunakan insting dan pengalaman. Sekarang, William menjalankannya dengan “based on number”, berbasis data/angka.
“Ketika kami ingin memulai sebuah project, saya melihat future cash flow, competitive advantage, dll. Jika masuk akal, langsung dieksekusi. Dari sana, banyak hal yang bisa kami kalkulasi,” papar William menggambarkan pola pikir generasinya yang berbeda dengan generasi tua.
Dalam masa transisi tersebut, dia mengakui, harus siap menyinergikan kompetensi. Kendati berpeluang besar terjadi konflik, hal itu harus dilalui dan dicarikan jalan keluarnya. “Konflik pasti ada. Tapi, dengan pembuktian, orang tua pasti mau mengikuti,” ujarnya.
Menurut William, kini orang tuanya sudah sangat memercayai cara kerja yang digunakannya. “Sekarang, kebanyakan keputusan melakukan ekspansi saya yang memutuskan. Orang tua hanya menjadi board of director yang melihat anak-anaknya performance,” ungkapnya senang. Kini, bisnisnya pun lebih profesional.
Dengan lebih dari 100 karyawan yang 80%-nya adalah orang lapangan seperti logistik dan gudang, Toko Wahab kini berkembang memuaskan. Menurut William, keberhasilannya tentu bukan semata-mata karena dirinya. Orang tua masih membantu mengajarkan cara mengasah soft skills. Misalnya, membuka networking, mengenalkan ke orang lain, serta membantu bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.
“Sedangkan saya lebih ke hard skills-nya. Saya yang menghitung apakah kalkulasinya make sense dan sesuai dengan visi dan misi Toko Wahab,” katanya.
Selama pandemi 2020 dan 2021, penjualan online Toko Wahab terus tumbuh baik. Pada 2020 pertumbuhan lebih dari 20%, sedangkan di 2021 meningkat 30%. William bersyukur, selama pandemi, banyak ibu-ibu yang beralih menjual kue kering, sehingga membuatnya berkembang.
“Kami satu-satunya platform yang sudah berdiri sejak tahun 2015. Sehingga, kami lebih banyak dipercaya,” katanya. Dia juga bersyukur karena masih bisa memberikan gaji dan THR untuk karyawan, walaupun dalam situasi pandemi.
William menargetkan tahun ini pertumbuhan 35%-50%. Untuk mencapai target tersebut, dia akan semakin menggencarkan digital marketing melalui Google Ads ataupun media sosial. Selain itu, Toko Wahab akan berekspansi di luar Jawa, antara lain di Sumatera Selatan (Palembang) dan Papua. Di Jabodetabek, dia menargetkan wilayah Depok dan Tangerang, tidak fokus di Jakarta.
Inovasi yang akan dilakukan selanjutnya, fokus ke konten digital. William ingin mengajar UMKM, baik melalui video, podcast, maupun tulisan. Selama ini ia lebih banyak membagikan ilmunya di Instagram, dan ke depan ia akan ekspansi ke platform lain.
“Dalam konten itu, bisanya kami mengajari mereka, misalnya cara membuka usaha martabak. Di sana kami ajarkan bagaimana menghitung margin, modalnya berapa, bagaimana cara marketing-nya, dll.,” katanya. Selain itu, juga membuat video cara membuat kue lapis, kue nastar, dll. serta memberikan tips seputar membuat makanan, termasuk kue.
Dyah Hasto Palupi dan Anastasia AS