EKBIS.CO, JAKARTA -- Pada 26 April lalu, dunia memperingati Hari Kekayaan Intelektual (HAKI). Di tengah peringatan Hari HAKI Sedunia, Indonesia masih memiliki tantangan terhadap perlindungan hak kekayaan intelektual.
Berbagai persoalan HAKI masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia sebab masih banyak pelanggaran, mulai dari hak cipta, merek, paten, dan sebagainya. Padahal HAKI sangat erat hubungannya dengan pembangunan ekonomi negara.
Sektor bisnis yang menopang perekonomian bangsa tak luput dari permasalahan HAKI, salah satunya penjiplakan karya, seperti yang kerap dihadapi pebisnis pariwisata Bali, Pabrik Kata-Kata Joger.
Jr Chief Executive Officer Joger, Armand Setiawan Wulianadi mengatakan, produk-produk Joger selama ini memang kerap mengalami jiplakan khususnya kaos kata-kata unik Joger yang dikenal sebagai salah satu oleh-oleh khas Bali.
"Memang tantangan yang selalu kami hadapi adalah praktik yang dilakukan penjiplak produk kami. Bahkan sudah bukan rahasia produk jiplakan Joger dijual di pusat oleh-oleh besar di Bali, yang bisa dikatakan adalah tetangga kami sendiri," ujarnya, Sabtu (30/4/2022).
Menurutnya berbagai upaya dilakukan manajemen Joger terhadap praktik-praktik penjiplakan. Mulai dari persuasi mengimbau pihak dan pedagang jiplakan kaos Joger, hingga melakukan sosialisasi ke masyarakat bahwa produk Joger hanya dijual di toko milik mereka, yakni di Pabrik Kata-Kata Joger di kawasan Kuta, Badung, dan di Teman Joger Luwus yang berada di kawasan Bedugul, Tabanan.
Ia mengatakan Joger sebenarnya sudah kerap menyuarakan keresahan soal HAKI kepada pihak Ditjen Kekayaan Intelektual, Pemda maupun pihak berwenang lainnya. Namun, kata Armand, hingga kini belum ada tindakan nyata untuk memberantas penjiplakan karya cipta milik Joger.
"Dan belum ada kesadaran dari kebanyakan para pelaku usaha pariwisata di Bali untuk menghargai HAKI. Sementara perekonomian Bali ditopang dari sektor-sektor pariwisata, termasuk sektor perbelanjaan oleh-oleh," tuturnya.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyebut kekayaan intelektual merupakan nadi bagi setiap pelaku industri kreatif. Oleh karenanya, para pelaku industri selalu diimbau untuk melakukan perlindungan terhadap kekayaan intelektual.
Meski begitu, kemajuan ekonomi kreatif Indonesia masih berada di bawah bayang-bayang pelanggaran HAKI. Banyaknya kasus-kasus pelanggaran HAKI, termasuk penjiplakan karya, masih menjadi momok di Indonesia.
Bahkan pada 2021, Indonesia kembali masuk Priority Watch List atau daftar negara yang dinilai Amerika Serikat memiliki pelanggaran hak kekayaan intelektual atau HAKI cukup berat. Penegakan hukum atas pelanggaran HAKI di Indonesia dinilai AS masih lemah dan tidak tegas.
Berdasarkan keterangan Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Indonesia sudah masuk di dalam daftar Priority Watch List (PWL) United States Trade Representative (USTR) selama 33 tahun.
Tentunya hal ini dapat menghambat kemajuan dari bangsa Indonesia, termasuk dalam dunia pariwisata dan ekonomi kreatif. Padahal, Indonesia saat ini sedang menggencarkan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) yang pastinya berpengaruh terhadap dunia pariwisata, khususnya di Bali sebagai salah satu surga wisata dunia.
"Maka kami harapkan komitmen dari pemerintah terhadap praktik pelanggaran HAKI. Ini menyangkut pariwisata kita, mau dibawa kemana? Apa Indonesia mau terkenal dengan pariwisata jiplakan?" sebut Armand.
Indonesia sudah memiliki beberapa payung hukum perlindungan terhadap HAKI, termasuk Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek.
Pabrik Kata-Kata Joger sudah memiliki sertifikat merek sejak tahun 1997 yang seharusnya mendapat perlindungan dari payung-payung hukum tersebut. Selain itu, Joger juga telah mendaftarkan beberapa desain, karya, dan produknya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham. Merek Joger pun sudah terdaftar di Singapura, China, dan Australia.
Mr Joger mengingatkan, Indonesia sudah memiliki citra negatif dari sisi perlindungan HAKI. Untuk itu ia mengajak semua pihak, termasuk konsumen itu sendiri, untuk lebih menghargai kekayaan intelektual agar dunia ekonomi kreatif Indonesia tidak tergerus akibat pelanggaran hak cipta.
"Niatnya pemerintah itu ke mana? Kalau mau menegakkan HAKI ya mbok dipastikan. Tapi sampai sekarang kalau sudah masuk ranah hukum, ya ngawur. Dan saya nggak mau main sogok," pungkas Mr Joger.