EKBIS.CO, JAKARTA -- Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) mendorong penguatan riset dan inovasi di sektor ekonomi syariah serta industri halal. Ketua Dewan Pakar MES, Perry Warjiyo mengatakan dukungan riset dan teknologi sangat diperlukan untuk pengembangan produk halal serta terhubung dengan para pelaku industri.
"Kita perlu mendorong terutama inovasi di tingkat UMKM itu agar bisa meningkat," katanya dalam Muhadatsah Dewan Pakar MES ke-10, Sabtu (28/5/2022).
Indonesia sendiri berada di urutan ke-14 untuk riset dan inovasi di Asia Tenggara dan urutan ke-87 secara global. Menurut Perry, ini menjadi motivasi tersendiri bagi para pelaku industri agar dapat lebih serius meningkatkan kapasitasnya.
Di sektor ekonomi syariah, Indonesia punya modal cukup signifikan yang dapat dimanfaatkan. Seperti sembilan pusat riset di bidang sains halal, lebih 58 program dan pusat studi ekonomi syariah dan science halal yang juga aktif melakukan riset serta inovasi.
"Selain itu, kita juga didukung oleh lebih dari 1.084 peneliti di sektor ekonomi keuangan syariah dan produk halal," katanya.
Perry menambahkan, ada tiga poin penting yang dapat dijadikan catatan agar pengembangan riset inovasi dapat sejalan dengan upaya penguatan industri halal. Pertama, inovasi dan riset berbasis pada ragam kekayaan khas yang dimiliki Indonesia.
Menurutnya, Indonesia punya beragam sumber daya, baik alam maupun budaya, yang dapat dikembangkan dan memerlukan riset mendalam. Sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan dan difokuskan untuk riset terapan.
Perry mengatakan, Indonesia perlu lebih banyak riset terapan agar bisa jadi nilai tambah terutama bagi produk halal Indonesia. Ragam budaya dan sumber daya ini dapat dijadikan sebagai inspirasi karena sebegitu banyaknya dan tidak pernah habis.
"Inovasi dalam kerangka ragam budaya bisa tingkatkan //value added// dari produk halal kita, termasuk di sektor fashion, kerajinan, makanan khas, dan sepengalaman kami memang sangat digemari konsumen," katanya.
Kedua, perlunya sinergi kegiatan riset dan teknologi dengan kebutuhan industri. Menurut Perry, MES mendorong agar pelaku usaha halal bisa berkolaborasi dengan pusat-pusat riset yang ada di Indonesia, termasuk melalui Perguruan Tinggi.
Hal ini juga bisa memaksimalkan sumber daya yang ada untuk kegiatan yang lebih produktif. Ketiga, perlunya mendorong sumber pendanaan baru untuk riset dan inovasi dari sektor keuangan syariah. "Memang pendanaan dari pemerintah terus ada, tapi perlu juga kita dorong misal dari zakat atau wakaf produktif untuk pendanaan inovasi serta riset di sektor industri halal," katanya.
Perry mengatakan inovasi keuangan syariah dapat menjadi motor bagi pengembangan riset. Salah satu yang memungkinkan adalah mobilisasi wakaf produktif yang dapat digali lebih lanjut.
Deputi Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mego Pinandito mengatakan, sebagai pusat riset nasional, BRIN juga fokus pada pengembangan industri halal. Hal ini ditunjukan melalui fasilitas riset pangan halal, Laboratorium Rujukan Riset Halal Indonesia.
Menurutnya, ada banyak inovasi dan riset terkait industri halal yang sedang dikembangkan BRIN. Utamanya terkait dengan riset terapan yang nantinya akan berdampak maksimal pada industri. "Pengembangan produk halal oleh BRIN termasuk riset tentang substitusi bahan halal, seperti gelatin," kata dia.
Saat ini, lebih banyak gelatin berasal dari bahan non-halal sehingga sangat perlu bahan substitusi dari sumber halal. BRIN sudah mengekstraksi kolagen halal dari bahan kulit kambing dan kini sedang melakukan pembuatan tepung tulang ikan sebagai sumber gelatin halal.
Selain itu, BRIN juga sedang mengembangkan bahan kapsul yang berbahan dasar dari pati dan karagenan. Proyek selanjutnya adalah membuat gelatin halal dari ikan dan tulang ikan, pengembangan produk berbasis kolagen dan gelatin halal dari kulit kambing, dan substitusi enzim dalam proses produksi keju.