EKBIS.CO, JAKARTA -- Perusahaan tambang anak usaha BUMN PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), PT Timah Tbk menyetorkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP Rp 267,8 miliar sepanjang kuartal pertama 2022. Direktur Utama Timah Achmad Ardianto mengatakan, setoran pajak itu berperan penting dalam menunjang pembiayaan pembangunan nasional sebagai salah satu sumber penerimaan negara.
"Negara berperan dalam penguasaan sumber daya alam yang dimiliki Timah sebagai representasi negara dalam bisnis timah harus memberikan kontribusi yang besar terhadap negara," kata Achmad dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Ahad (5/6/2022).
Berdasarkan catatan dalam beberapa tahun terakhir, kontribusi emiten berkode saham TINS ini kepada negara tercatat sebesar Rp 818 miliar pada 2018. Saat itu, Timah menjual logam sebanyak 33.818 metrik ton.
Pada 2019 sebesar Rp 1,2 triliun dengan penjualan logam 67.704 metrik ton. Sedangkan 2020, perseroan menyetorkan kontribusi sebesar Rp 677,9 miliar dengan volume penjualan 55.782 metrik ton, dan 2021 sebesar Rp 776,6 miliar dengan penjualan 26.602 metrik ton.
Tak hanya kepada negara, pertambangan timah juga ikut memberikan manfaat bagi pemerintah daerah penghasil seperti Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui dana bagi hasil (daba). Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM pada2021, total dana bagi hasil yang diperoleh Provinsi Bangka Belitung dan enam kabupaten kota sebesar Rp 564 miliar yang terdiri atas royalti sebesar Rp 511,5 miliar dan iuran landrent sebesar Rp 52,6 miliar.
Peningkatan kontribusi pajak dan PNBP dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya harga komoditas, produksi, dan penjualan. Komoditas timah menjadi salah satu penyumbang devisa negara lantaran 95 persen produksi untuk ekspor, sedangkan limapersennya dikonsumsi dalam negeri.Lebih lanjut,Achmad mengatakan pajak sektor timah sebetulnya dapat lebih dioptimalkan.
Namun, memang perlu dilakukan perbaikan ekosistem bisnis Timah yang berjalan saat ini."Pada 2020 dan 2021, setoran pajak dan PNBP turun drastis dibandingkan tahun 2019 yang pernah mencapai Rp 1,2 triliun. Hal ini sebenarnya bisa dioptimalkan karena pernah sampai tinggi sekali sampai Rp1,2 triliun," jelasnya.
Achmad menyampaikan, untuk mengoptimalkan pendapatan negara di sektor timah perlu dukungan dari semua pihak lantaran proses eksplorasi, penambangan hingga penjualan timah tidak ada yang terlewatkan dari potensi pendapatan negara."Proses penambangan timah dari hulu ke hilir di mana dari semua proses itu ada potensi pendapatan negara baik pajak maupun PNBP. Untuk itu, penelusuran asal usul bijih timah ini penting sehingga semua tercatat dan potensi pendapatan negara tidak ada yang lost," jelasnya.
Secara global, Kementerian ESDM mencatat realisasi PNBP sektor energi dan sumber daya mineral sepanjang tahun 2021 mencapai Rp 189,2 triliun. Subsektor mineral dan batu bara menyumbang menyumbang Rp 75,5 triliun.