Pelanggaran koperasi yang juga kerap terjadi dalam bentuk tidak adanya izin usaha simpan pinjam maupun izin kantor cabang. “Banyak koperasi yang dikelola tidak sesuai dengan prinsip dan nilai koperasi sehingga menimbulkan malpraktik yang merugikan anggota maupun masyarakat. Pendidikan anggota dan kerja sama antar koperasi yang merupakan bagian penting dalam pelaksanaan prinsip koperasi tidak diselenggarakan sebagaimana mestinya dan adanya ketergantungan koperasi terhadap dominasi pengurus. Padahal dalam koperasi peran anggotalah yang paling utama,” jelas dia.
Salah satu kendala yang juga banyak ditemukan dalam koperasi bermasalah saat ini yaitu mekanisme pengajuan PKPU dan kepailitan oleh kreditur atau anggota koperasi yang belum diatur dalam UU, sehingga menyulitkan anggota yang harus menghadapi proses PKPU dan pailit. Ribuan anggota koperasi bermasalah kini terkatung-katung menunggu proses pengembalian simpanannya yang rumit.
Zabadi mengatakan, melihat banyaknya permasalahan yang muncul, maka perlu penguatan dan pembaruan dalam draf RUU Perkoperasian yang akan disusun. “Ada banyak hal yang akan diatur, salah satu yang ingin diperkuat adalah badan hukum koperasi, menguatkan pengaturan pengelolaan koperasi berdasarkan prinsip syariah, penguatan pengawasan internal, disertai sanksinya,” kata Zabadi.
Selain itu juga, pengaturan sanksi pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengurus/pengelola koperasi maupun pihak lain yang mengatasnamakan koperasi. Hal ini menjadi perhatian serius agar pengurus koperasi/pengelola bertanggung jawab dan taat azas terhadap semua aturan yang ada. Adapun, pembubaran, penyelesaian, dan kepailitan koperasi akan turut diatur.
Hal krusial lainnya adalah mempertegas regenerasi dan suksesi di koperasi dan mengatur pembatasan masa periode kepengurusan. Menguatkan pengaturan pengelolaan koperasi berdasarkan prinsip syariah dan mendorong penjaminan simpanan anggota koperasi.
“UU Perkoperasian yang akan disusun bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap anggota, menghadirkan tata kelola koperasi yang baik dan akuntable. Lalu memberikan efek jera terhadap pelanggaran ketentuan peraturan sebagaimana diatur di dalam undang-undang perkoperasian,” ujarnya.
Kemenkop telah membentuk Kelompok Kerja pembahasan Naskah Akademik RUU tentang Perkoperasian yang berasal dari akademisi (ahli ekonomi, ahli hukum), praktisi koperasi, pemerhati koperasi, notaris, ahli hukum, kementerian/lembaga terkait, serta internal Kementerian Koperasi dan UKM. Tim juga sudah mulai bekerja melakukan inventarisasi terkait permasalahan dan perkembangan dinamika perkoperasian. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan secara intensif per klaster RUU Perkoperasian.