PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk memanfaatkan teknologi guna mengelola risiko kejahatan siber yang kian hari makin beragam.
Direktur Digital & Teknologi Informasi BRI, Arga M Nugraha mengatakan, BRI telah menggunakan AI (artificial intelligence) guna memahami pola pola fraud & threat yang terjadi, sehingga BRI dapat memberikan tindakan preventif serta respons yang cepat dan tepat untuk menghadapi risiko-risiko kejahatan siber seperti upaya pencurian data.
"Dalam pemilihan teknologi yang digunakan di BRI dipilih melalui metode yang tepat dengan mempertimbangkan hasil kajian dan analisis risiko. Sehingga teknologi yang digunakan untuk melindungi data nasabah merupakan teknologi yang dapat meminimalisir risiko kebocoran data," ujar Arga dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (18/6/2022).
Baca Juga: Laba BUMN Meroket 869%, Dirut BRI Apresiasi Kinerja Erick Thohir
Arga mengatakan, terkait perlindungan dan tata kelola data, BRI telah memiliki tata kelola yang baik mengacu kepada standar internasional yang menjadi acuan industri.
Selain itu, BRI juga melakukan serangkaian tahapan pengecekan keamanan dari setiap teknologi yang akan digunakan sehingga dapat meminimalisasi celah keamanan yang mungkin terjadi.
Arga menjelaskan, BRI telah melakukan berbagai upaya guna menjamin keamanan data nasabah, baik dari segi people, process, maupun technology.
Dari sisi people, BRI telah membentuk organisasi khusus untuk menangani Information Security yang dikepalai oleh seorang Chief Information Security Officer (CISO) yang memiliki pengalaman dan keahlian di bidang Cyber Security.
Selain itu, BRI juga melakukan edukasi kepada pekerja BRI dan nasabah mengenai pengamanan data nasabah serta cara melakukan transaksi yang aman. Edukasi tersebut dilakukan melalui berbagai media antara lain media sosial (Youtoube, Twitter, Instagram) dan media cetak, serta edukasi ke pada nasabah saat nasabah datang ke unit kerja BRI.
Untuk Incident Management terkait Data Privacy, dilaksanakan oleh unit kerja Information Security Desk dalam naungan Cyber Security Incident Response Team (CSIRT).
Dari sisi process, BRI sudah memiliki tata kelola pengamanan informasi yang mengacu kepada NIST cyber security framework, standar internasional, PCI DSS (Payment Card Industry Data Security Standard) dan kebijakan regulator POJK No.38/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.
"Untuk memastikan proses pengamanan informasi sudah berjalan dengan standar BRI melakukan beberapa sertifikasi seperti ISO27001:2013 (Big Data Analytics), ISO27001:2013 (Spacecraft Operation), ISO27001:2013 (OPEN API), ISO27001:2013 CIA (Cyber Intellegence Analysis Center Operation), ISO27001:2013 (Card Production), ISO27001:2013 (Data Center Facility), ISO20000-1:2018 (BRINet Express), PCI/PA DSS API (Direct Debit)," ujarnya.
Sedangkan dari sisi technology, BRI melakukan pengembangan teknologi keamanan informasi sesuai dengan framework NIST (identify, protect, detect, recover, respond) dengan tujuan meminimalisasi risiko kebocoran data nasabah dengan mencegah, mendeteksi dan memantau serangan siber.
Namun, Arga menyebut nasabah juga memiliki peran yang besar dalam menjaga kerahasian data pribadi dan data perbankannya.
"BRI terus mengimbau agar nasabah lebih berhati-hati dan tidak menginformasikan kerahasiaan data pribadi dan data perbankan, seperti nomor rekening, nomor kartu, PIN, user & password internet banking, OTP, dan sebagainya kepada orang lain termasuk yang mengatasnamakan BRI. Hal tersebut dikarenakan semakin beragamnya modus penipuan dan kejahatan perbankan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," tutupnya.