EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan neraca dagang Indonesia pada Juni 2022 mengalami surplus 3,34 miliar dolar AS."Kinerja perdagangan diperkirakan akan membaik karena Indonesia telah memutuskan untuk mencabut larangan ekspor minyak sawit yang telah berlangsung selama tiga minggu dari 28 April 2022 sampai 22 Mei 2022," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (12/7/2022).
Sebelumnya, pemerintah menghentikan ekspor minyak sawit mentah dan beberapa produk turunannya untuk menahan laju kenaikan harga minyak goreng dalam negeri.Faisal memperkirakan ekspor Indonesia pada Juni 2022 akan tumbuh 30,51 persen secara year on year dan 12,51 persen secara month to month.
Pertumbuhan ekspor bulanan pada Juni 2022 lebih tinggi dari ekspor pada Mei 2022 yang turun 21,29 persen month to month karena pencabutan larangan ekspor minyak sawit."Kami melihat harga batu bara terus naik pada Juni 2022 sementara harga CPO turun," ujarnya.
Impor diperkirakan akan tumbuh sebesar 21,15 persen year on year atau melambat dibandingkan pertumbuhan ekspor pada Juni tahun lalu yang sebesar 30,74 persen year on year."Impor tumbuh seiring dengan berlanjutnya pemulihan permintaan ekonomi domestik dan pasca Lebaran yakni karena faktor musiman liburan Lebaran," ucapnya.
Faisal masih memperkirakan neraca transaksi berjalan akan mencatat surplus kecil pada tahun 2022."Kami mempertahankan ekspektasi kami bahwa surplus perdagangan ke depan cenderung menyusut karena impor akan mengikuti ekspor seiring dengan percepatan pemulihan ekonomi domestik," katanya.
Harga sebagian besar komoditas mulai menurun di tengah kekhawatiran resesi global yang dapat berujung pada stagflasi. Karena itu, kinerja ekspor berpotensi Indonesia juga berpotensi melemah pada semester II 2022.
"Secara keseluruhan, kami masih memperkirakan neraca transaksi berjalan tahun 2022 berpotensi mencatat surplus kecil sebesar 0,03 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau lebih kecil dari surplus neraca transaksi berjalan di 2021 yang sebesar 0,28 persen dari PDB," katanya.