EKBIS.CO, JAKARTA -- Managing Director atau Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva menyebut Indonesia harus menerapkan dua kebijakan penting dalam menjaga perekonomian di tengah ketidakpastian global. Pertama tetap fokus dalam memberikan bantuan yang tepat sasaran, kedua keberpihakan Indonesia terhadap UMKM merupakan hal tepat.
Georgieva menilai kebijakan membelanjakan anggaran terlalu yang besar hanya akan mendorong inflasi lebih tinggi. "Dalam masa krisis Covid-19, Bank Indonesia memberikan sejumlah dukungan moneter bersama pemerintah dengan keputusan untuk phasing out pada akhir 2022. Kami sangat menyarankan kebijakan ini untuk mendukung perekonomian dari tekanan yang lain," ujar Georgieva saat mengunjungi Sarinah, Jakarta, Ahad (17/7/2022).
Georgieva menilai keberpihakan Indonesia terhadap UMKM merupakan hal yang tepat. Georgieva mengatakan kekuatan besar UMKM menjadi salah satu alasan yang menjaga ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan negara lain di dunia dalam kondisi saat ini.
"Kita tahu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun lalu itu positif dengan lima persen. pun inflasi saat ini ada di kisaran empat persen atau masih lebih rendah dibanding banyak negara lain di dunia. Selain itu, ekspor Indonesia juga masih terus menggeliat, terutama dari UMKM," ucap dia.
IMF, lanjut Georgieva, telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dua kali dan akan kembali menurunkannya sekali lagi dalam dua pekan ke depan. Hal ini tak lepas dari terganggunya rantai pasok global akibat pandemi, seperti pembatasan di Cina dan disrupsi hingga kenaikan inflasi. Selain itu, ucap Georgieva, perang di Ukraina memberikan tekanan yang sangat tinggi terhadap harga komoditas.
"Minyak, makanan, logam, itu menguntungkan negara-negara asal komoditas seperti Indonesia, tetapi itu melukai negara-negara lainnya. Ini juga sebenarnya buruk bagi Indonesia karena tekanan inflasi," lanjutnya.
Faktor lain, ungkap Georgieva lantaran bank sentral memperketat kebijakan moneter dengan meningkatkan suku bunga karena inflasi meningkat. Georgieva menyampaikan selama pandemi, pinjaman untuk pemulihan ekonomi meningkat. Ia menyebut penguatan kondisi finansial menjadi persoalan serius. Georgieva mengatakan negara dengan tingkat utang yang tinggi, terutama dalam denominasi dolar, naiknya nilai tukar dolar akan mendorong ke kondisi default.
"Indonesia masih aman. Namun 30 persen negara berkembang kesulitan membayar utang. 60 persen negara berpenghasilan rendah juga akan mengalami tekanan lebih besar. Jika kita tidak menjaga inflasi sehingga terkendali, dan penguatan fiskal berlanjut, akan terdapat kejutan ketiga yaitu krisis utang, yang harus kita hindari," kata Georgieva menambahkan.