EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah resmi mengurangi jenis pupuk bersubsidi menjadi hanya dua jenis, yakni Urea dan NPK. Petani menilai, kebijakan itu tak akan memberikan banyak dampak pada penurunan maupun peningkatan produktivitas. Kebijakan itu, menurut petani, lebih kepada upaya pemerintah untuk menghemat anggaran.
"Terkait produktivitas, dengan hanya mengandalkan pupuk kimia, hasil produksi tidak akan optimal," kata Ketua Bidang Pusdiklat, Serikat Petani Indonesia, Qomarunnajmi, kepada Republika.co.id, Selasa (19/7/2022).
Diketahui, sebelumnya terdapat lima jenis pupuk subsidi. Empat di antaranya merupakan pupuk kimia, yakni ZA, SP-36, Urea dan NPK. Satu jenis lagi merupakan pupuk organik.
Namun, Qomar menilai, kualitas pupuk organik subsidi pun kurang bagus. Sebab, hanya mampu memperbaiki kualitas tanah secara fisik dan kimia, tapi tidak dapat memperbaiki secara biologi.
Lebih lanjut, menurutnya, kebijakan pupuk bersubsidi yang sudah dijalankan puluhan tahun pun telah berdampak negatif pada ketergantungan petani terhadap pupuk kimia.
Ia mengatakan, dengan pembatasan yang dilakukan, petani tentu akan beralih ke pupuk kimia non subsidi. Namun, di saat yang bersamaan, harga tengah melonjak naik.
"Alternatif lain, beralih dengan pupuk organik, laporan teman-teman petani yang sudah beralih menyatakan ada peningkatan hasil produksi," kata Qomar.
Sekretaris Jenderal Alinasi Petani Indonesia, Nuruddin, menambahkan, sebelum kebijakan itu mulai diterapkan pemerintah harus melakukan sosialisasi secara masif kepada seluruh petani di Indonesia. Hal itu agar tak menimbulkan gejolak di masyarakat petani yang sudah ketergantungan pada pupuk subsidi.
Ia pun berharap, dengan dikuranginya jenis pupuk, seharusnya alokasi pupuk subsidi Urea dan NPK bisa ditambah sehingga kebutuhan petani bisa terpenuhi secara optimal.
"Karena semua yang sudah tercatat tidak bisa menerima seluruhnya, dan dari sisi penyaluran harus diperketat lagi," ujar dia.