EKBIS.CO, LONDON -- Inflasi di berbagai negara Eropa yang menggunakan mata uang euro melonjak ke rekor lain pada Juli. Itu didorong oleh harga energi yang lebih tinggi dipicu oleh perang Rusia di Ukraina.
Meski begitu, ekonomi berhasil lebih baik dari perkiraan. Menurut data yang diterbitkan badan statistik Uni Eropa, inflasi tahunan di 19 negara zona euro naik menjadi 8,9 persen pada Juli, angka itu meningkat dari 8,6 persen pada Juni.
Selama berbulan-bulan, inflasi telah berjalan pada level tertinggi sejak 1997, ketika pencatatan euro dimulai. Hal ini menyebabkan Bank Sentral Eropa menaikkan suku bunga pekan lalu untuk pertama kalinya dalam 11 tahun guna menekan harga.
Ekonomi kawasan euro berhasil berkembang sebesar 0,7 persen dari April hingga Juli dibandingkan kuartal sebelumnya. Keadaan tersebut kontras dengan kontraksi di Amerika Serikat, di mana ada kekhawatiran akan berkembangnya resesi. Prospeknya sama suramnya dengan Eropa.
Analis mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang terkait rebound dalam pariwisata bisa menjadi secercah berita optimis terakhir. Hal itu dengan adanya inflasi, kenaikan suku bunga dan krisis energi yang memburuk, dipicu oleh perang yang diperkirakan akan mendorong kawasan euro ke dalam resesi akhir tahun ini.
"Ini kemungkinan akan sebaik yang akan terjadi untuk zona euro di masa mendatang," ujar Andrew Kenningham, kepala ekonom Eropa untuk Capital Economics Andrew Kenningham seperti dilansir AP, Sabtu (30/7/2022). Ia menilai, pertumbuhan telah mengalami stagnasi di Jerman, mesin ekonomi tradisional Eropa, setelah terkena serangkaian pemotongan gas alam Rusia yang digunakan untuk industri.
Perancis menghindari kekhawatiran resesi dengan membukukan pertumbuhan moderat 0,5 persen pada kuartal kedua. Sementara Italia dan Spanyol melebihi ekspektasi dengan ekspansi masing-masing 1 persen dan 1,1 persen.
Kemudian, harga energi melonjak di zona euro sebesar 39,7 persen pada bulan ini. Hanya sedikit lebih rendah dari Juni karena kekhawatiran pasokan gas. Harga makanan , alkohol dan tembakau naik 9,8 persen, lebih cepat dari kenaikan yang diposting bulan lalu karena biaya transportasi yang lebih tinggi, kekurangan dan ketidakpastian seputar pasokan Ukraina.
"Pembacaan inflasi buruk lainnya untuk Juli," kata ekonom senior zona euro untuk bank ING Bert Colijin. Dirinya menambahkan, tidak ada tanda-tanda bantuan dalam waktu dekat.
AS juga menghadapi inflasi tinggi, mencapai level tertinggi 40 tahun, tetapi tidak seperti Eropa, ekonominya telah menyusut selama dua kuartal berturut-turut. Pada saat sama, pasar kerja lebih kuat daripada sebelum pandemi Covid-19, dan sebagian besar ekonom, termasuk Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan, mereka tidak berpikir ekonomi sedang dalam resesi.
Hanya saja, banyak yang semakin memperkirakan penurunan ekonomi di AS akan dimulai akhir tahun ini atau tahun depan, seperti di Eropa. Risiko Eropa sebagian besar terkait dengan ketergantungannya pada energi Rusia, dengan Moskow membatasi aliran gas alam yang menggerakkan pabrik, menghasilkan listrik, dan memanaskan rumah di musim dingin.
Lebih banyak pengurangan minggu ini melalui pipa utama ke Jerman, Nord Stream 1, telah meningkatkan kekhawatiran Kremlin dapat memotong pasokan sepenuhnya. Itu akan memaksa penjatahan bagi industri padat energi dan lonjakan tingkat inflasi yang sudah mencapai rekor tinggi yang didorong oleh melonjaknya harga energi, mengancam akan menjerumuskan blok 27 negara ke dalam resesi.
Sementara, pemerintah Uni Eropa menyetujui langkah minggu ini untuk mengurangi penggunaan gas sebesar 15 persen dan telah melewati pemotongan pajak dan subsidi untuk meringankan krisis biaya hidup, Eropa berada di bawah kekuasaan Rusia dan cuaca. Musim dingin yang dingin, ketika permintaan gas alam melonjak, dapat menurunkan tingkat penyimpanan yang sekarang harus dipenuhi oleh pemerintah, tetapi telah dibuat jauh lebih sulit oleh pemotongan yang dilakukan oleh Rusia.
"Dengan pasokan gas kawasan sekarang berkurang dan inflasi tetap tinggi bagi beberapa waktu, zona euro kemungkinan akan jatuh ke dalam resesi," Michael Tran, ujar asisten ekonom Capital Economics Michael Tran dalam sebuah analisis minggu ini.
Sedangkan Bank Sentral Eropa telah mulai menaikkan suku bunga guna mendinginkan inflasi dan mengharapkan lonjakan lain pada bulan September, Bank Sentral Eropa telah membuntuti bank sentral lain seperti The Fed dan Bank of England dalam membuat kredit lebih mahal, karena khawatir akan dampak besar dari melonjaknya harga energi terkait dengan perang.
Dampak dari kenaikan suku bunga ECB baru-baru ini terhadap inflasi dinilai oleh Colijin sangat terbatas, meskipun hal itu menambah pendinginan lebih lanjut dari permintaan di zona euro. "Dengan resesi membayangi dan inflasi mencapai level tertinggi baru, pertanyaannya adalah bagaimana ECB akan merespons ekonomi yang sudah mendingin," jelas dia.