EKBIS.CO, JAKARTA -- Katadata Insight Center melakukan riset selama tiga bulan, terhitung sejak Mei hingga akhir Juli 2022. Adapun hasil riset mengungkapkan harga tanah menjadi hambatan utama dalam penambahan pasokan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hambatan lainnya terkait kemampuan daya beli MBR yang selalu tertinggal dari kenaikan harga lahan dan bangunan.
Panel ahli Katadata Insight Center Mulya Amri mengatakan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal masih menjadi salah satu masalah utama negeri ini. Situasi ini diperparah dengan semakin mahalnya harga properti akibat lahan yang sempit di daerah perkotaan yang masih menjadi tempat utama masyarakat dalam mencari nafkah.
"Maka itu, keberpihakan pemerintah dan dukungan perbankan sangat penting dalam mendukung kepemilikan rumah untuk segmen MBR. 84 persen dari backlog atau kekurangan rumah di Indonesia didominasi oleh MBR,” ujarnya, Senin (15/8/2022).
Menurutnya peran vital pemerintah dan lembaga perbankan sangat krusial untuk mengatasi backlog. Dibutuhkan lembaga perbankan yang berkomitmen menyalurkan kredit konstruksi dan KPR bersubsidi.
“Inovasi sumber pendanaan harus menjadi fokus utama untuk kurangi beban APBN. Penyertaan modal negara dan kecukupan modal perbankan bisa mendukung cita-cita mulia pemerintah mewujudkan tempat tinggal yang layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” ucapnya.
Data Kementerian PUPR memperlihatkan jumlah backlog kepemilikan rumah di Indonesia mencapai 12,75 juta unit. Hal itu masih ditambah data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 yang menyatakan hanya 59,5 persen keluarga menghuni rumah yang layak, sementara sisanya rumah tidak layak huni.
Sementara itu Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menambahkan data backlog diperkirakan akan terus meningkat. Sebab jumlah keluarga baru terus bertambah, sementara pasokan hunian layak tidak mampu mengimbangi. Jika ada pasokan, harganya sulit terjangkau atau pilihan lainnya lokasi rumah berada jauh dari tempat beraktivitas, seperti di area pinggiran kota.
Berdasarkan riset yang telah dilakukan, Katadata merekomendasikan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah agar backlog perumahan bisa berkurang secara signifikan dan keresahan kaum milenial yang susah memiliki rumah karena kenaikan harga properti bisa dicarikan solusinya.
Pertama yakni pemerintah perlu mendukung ketersediaan lahan khusus pembangunan hunian MBR. Kedua, Pengembangan hunian vertikal harus diwujudkan dengan melibatkan pengembang skala besar.
Ketiga, regulasi pemerintah harus sejalan dengan tujuan penambahan pasokan hunian MBR. Keempat, inovasi sumber pendanaan harus menjadi fokus utama mengurangi beban APBN.
Kelima, pemerintah perlu mengkaji pentingnya keberadaan bank khusus perumahan rakyat. Keenam, PMN dan kecukupan modal perbankan dapat mendukung cita-cita pemerintah mewujudkan tempat tinggal layak huni bagi MBR.
“Perlu upaya ekstra keras dalam menekan angka backlog. Lebih dari sekadar dukungan dan keberpihakan nyata semua pihak agar visi besar presiden Jokowi bisa terwujud sebelum masa jabatannya habis,” ucapnya.
Salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah meningkatkan kapasitas permodalan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk melalui penyertaan modal negara (PMN). Dengan menerima PMN, BTN bakal punya kemampuan untuk memperbesar penyaluran kredit ke MBR.
“BTN terbukti punya rekam jejak dan sejarah panjang sebagai pelaksana mandat pemerintah dalam membantu MBR memiliki rumah. Fakta juga menunjukkan, BTN paling berprestasi dalam menyalurkan program kredit bersubsidi FLPP dan punya keberpihakan nyata terhadap segmen MBR,” kata Piter.
Piter juga mengingatkan tanpa PMN ke BTN, program sejuta rumah rakyat yang digagas Presiden Jokowi bisa melambat, sementara masa jabatan presiden kurang dari dua tahun lagi.
“Tanpa keberpihakan dan komitmen pemerintah, memiliki hunian layak hanya menjadi mimpi para MBR. Tak ada pilihan bagi pemerintah selain menyalurkan PMN ke BTN. Menunda PMN berarti lost opportunity dan segmen MBR paling dirugikan," kata Piter.
Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan generasi milenial semakin sulit memiliki rumah atau hunian karena kenaikan harga properti yang tidak sebanding dengan pendapatan mereka. Adapun kondisi ini membuat pemerintah melakukan pelbagai upaya agar masyarakat Indonesia, terutama generasi muda bisa memiliki rumah, salah satunya pemerintah melancarkan Program Sejuta Rumah.