EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan menetapkan harga referensi produk minyak kelapa sawit atau CPO untuk penetapan bea keluar (BK) periode 16–31 Agustus 2022 sebesar 900,52 dolar AS per ton. Harga referensi tersebut meningkat 28,25 dolar AS atau 3,24 persen dari periode 9–15 Agustus 2022 yang sebesar 872,27 dolar AS per ton.
Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1165 Tahun 2022 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit periode 16–31 Agustus 2022.
“Saat ini, harga referensi CPO mengalami peningkatan dan kembali menjauhi batas bawah 680 dolar AS per ton. Untuk itu, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar 74 dolar AS untuk periode 16–31 Agustus 2022,” kata Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Veri Anggrijono dalam pernyataan resminya, Selasa (16/8/2022) malam.
BK CPO untuk periode 16–31 Agustus 2022 merujuk Kolom 6 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.010/2022 sebesar 74 dolar AS per ton. Nilai tersebut meningkat dari BK CPO untuk periode 9—15 Agustus 2022 yang hanya 52 dolar AS per ton.
Peningkatan harga referensi CPO dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya peningkatan harga minyak bumi dan minyak nabati lainnya khususnya minyak kedelai.
Hal ini disebabkan adanya kekhawatiran mengenai pasokan akibat cuaca panas dan kering yang terjadi di daerah negara produsen. Di samping itu, kebijakan ekspor Indonesia yang meningkatkan angka pengali ekspor dari semula 1:7 menjadi 1:9.
Pemerintah Indonesia juga mengubah formulasi harga referensi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Produk Pertanian dan Kehutanan Yang Dikenakan Bea Keluar, Harga Referensi Atas Produk Pertanian dan Kehutanan Dan Daftar Merek Refined, Bleached And Deodorized Palm Olein Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Langkah itu, dinilai Kemendag menyebabkan pasar berpikir pasokan dari Indonesia akan meningkat. Faktor lain yaitu adanya rencana program B35 yang diberlakukan Indonesia dan didukung AS dengan merancang RUU mengenai palm fuel.