EKBIS.CO, JAKARTA -- Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Teknologi, Industri dan Lingkungan Endra S Atmawidjaja mengatakan jumlah penduduk semakin meningkat dan harga tanah juga semakin tinggi. Sehingga hal tersebut mendorong penggunaan lahan secara efisien dengan cara vertikal.
“Pemerintah mulai memikirkan instrumen dan kepastian supaya masyarakat bisa tinggal di hunian tersebut dalam jangka waktu yang cukup panjang dan dengan biaya yang terjangkau. Oleh karena itu, disusunlah instrumen Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) Satuan Rumah Susun (Sarusun),” kata Endra dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (19/8/2022).
Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto mengatakan SKBG Sarusun merupakan sebuah konstruksi hukum baru tentang bukti kepemilikan unit hunian berupa rumah susun. Hal tersebut diperuntukkan khusus bagi MBR.
“Rumah susun tersebut dibangun dengan peran dan partisipasi pihak pelaku pembangunan yang melakukan sewa atas tanah yang dimiliki oleh pemerintah baik berupa Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) dengan jangka waktu sewa selama 60 tahun,”jelas Iwan.
Setelah rumah susun dibangun, Iwan mengatakan unit-unit tersebut dijual kepada MBR untuk kemudian diterbitkan SKBG sebagai tanda bukti kepemilikan bangunan unit sarusun tersebut tanpa kepemilkan tanahnya. Skema tersebut memberikan jaminan kepastian bermukim bagi MBR dengan terbitnya sertifikat kepemilikan atas bangunan gedung.
Dasar pengaturan SKBG Sarusun tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun dan yang terakhir terbit Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2021 tentang Bentuk dan Tata Cara Penerbitan SKBG Sarusun. Sejak terbitnya seluruh peraturan tersebut, Kementerian PUPR telah melakukan beberapa kali forum bimbingan teknis dan sosialisasi yang menjelaskan ketentuan tentang bentuk dan tata cara penerbitan SKBG.