EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel mendukung anggaran pendidikan dalam RAPBN 2023 yang mencapai Rp 608,3 triliun, namun ia berharap anggaran sebesar itu bisa menghasilkan SDM sesuai kebutuhan RI, termasuk program hilirisasi pemerintah.
"Ini memang sesuai dengan amanat undang-undang yang harus 20 persen dari total APBN. Namun angka yang besar ini harus menelurkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sesuai dengan tantangan bangsa dan negara ke depan," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (20/8/2022).
Pada pidato Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN 2023 dan Nota Keuangannya dalam Rapat Paripurna DPR RI 16 Agustus 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan total belanja negara 2023 adalah Rp 3.041,7 triliun, yang Rp 608,3 triliun di antaranya adalah anggaran pendidikan.
Anggaran pendidikan sebesar itu, menurut Presiden, untuk memanfaatkan bonus demografi dan kesiapan menghadapi disrupsi teknologi. Pada bagian lain, Presiden juga menyatakan tentang keharusan meningkatnya daya saing produk manufaktur nasional di pasar global.
Rachmat Gobel mengatakan mendukung semua visi dan program Presiden tentang pendidikan tersebut, namun ia mengingatkan agar visi dan program tersebut harus diterjemahkan secara tepat oleh para menteri, khususnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).
"Harus ada roadmap tentang pembangunan kualitas SDM yang sesuai dengan kebutuhan riil bangsa dan negara Indonesia," katanya. Terutama, lanjutnya, terkait dengan tuntutan industri dan perkembangan ekonomi ke depan.
Ia menyarankan Mendikbud datang ke Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Perindustrian, Menteri ESDM, dan Menteri Pertanian, untuk menanyakan SDM seperti apa yang dibutuhkan. Apalagi, katanya, Presiden Jokowi dengan jelas menyatakan prioritasnya tentang hilirisasi industri, akselerasi sektor pangan dan energi, serta tentang daya saing Indonesia di dunia internasional.
"Jadi harus ada link and match antara pendidikan dengan pasar kerja maupun dengan tantangan bangsa dan negara itu sendiri," kata politisi dari Partai Nasdem itu.
Indonesia, lanjut dia, juga sedang berjuang untuk masuk sebagai negara berpendapatan tinggi dengan menguatkan industri dan UMKM. Oleh karena itu, menurutnya, Mendikbud juga harus membuat Key Performance Indicator (KPI) yang konkret untuk setiap kebutuhan SDM dan kualitasnya pada tiap sektor.
"Harus terukur secara matematis. Bukan hanya manis dan indah dalam rumusan. Misalnya tentang kebutuhan terhadap SDM pertanian, kerajinan, industri hilir, dan seterusnya. Saat ini para master ukir, master batik, master tenun makin sulit ditemukan. Padahal sumbangannya terhadap ekonomi cukup besar," katanya.
Ia mengingatkan efektivitas anggaran pendidikan terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja karena hingga kini peningkatan produktivitas SDM Indonesia masih rendah.
Berdasarkan data ILO, pada 2021 lalu produktivitas tenaga kerja Indonesia berada di posisi 107 di antara 185 negara dan berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP), kata dia, produktivitas tenaga kerja Indonesia per jam terhadap PDB baru mencapai 13,1 dolar AS, jauh di bawah Malaysia dan Thailand yang masing-masing 16,0 dolar AS dan 15,2 dolar AS.
"Ini menunjukkan kebijakan pendidikan yang belum terkoneksi dengan realitas kebutuhan dan tantangan bangsa," ujar Gobel.
Rachmat Gobel mengatakan Mendikbud harus merancang program pendidikan yang lebih efektif dan tepat guna dalam meningkatkan kompetensi SDM yang sesuai dengan kebutuhan pasar ke depan. Sinergi antar lembaga negara, dunia pendidikan dan dunia usaha harus lebih digencarkan.