EKBIS.CO, JAKARTA -- Perhimpunan Peternak Sapi dan kerbau Indonesia (PPSKI) menilai data produksi nasional daging sapi di Indonesia tidak valid. Namun, Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan, pendataan populasi dan produksi daging sapi nasional dilakukan secara jujur dan telah divalidasi.
Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, Makmun, menegaskan, proses pendataan juga dimulai dari tingkat kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, hingga ke pusat dan divalidasi. "Kalau dikatakan, datanya bohong, Insya Allah, kita tidak tampang bohong," kata Makmun dalam Diskusi Publik Ombudsman, Rabu (24/8/2022).
Makmun memaklumi jika banyak pihak yang meragukan data-data pangan dari Kementan. Termasuk, ketika wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) merebak di Indonesia dan banyak yang menilai kebutuhan daging kurban tidak mencukupi.
"Kita yakin cukup, nyatanya cukup," kata dia.
Pada komoditas lain, seperti beras, Indonesia bahkan baru mendapatkan penghargaan dari IRRI karena telah mampu mencapai swasembada beras dalam tiga tahun terakhir. Begitu pula untuk jagung yang saat ini sudah mencapai swasembada.
"Tapi orang selalu saja menggugat data tidak valid, kita jalan saja, akuntabilitas bisa kita jaga," kata Makmun.
Daging sapi saat ini menjadi salah satu komoditas yang masih membutuhkan tambahan impor lantaran produksi lokal yang belum mencukupi. Sepanjang 2021 lalu, Makmun memaparkan, total ketersediaan sapi mencapai 707.720 ton.
Ketersediaan daging sapi bersumber dari produksi lokal 383.665 ton, produksi sapi bakalan impor yang digemukkan 73.545 ton serta impor daging 210.732 ton.
Sementara, kebutuhan hanya 669.731 ton sehingga diperoleh surplus sekitar 37.989 ton. Memasuki 2022, Makmun memastikan kebutuhan daging sapi tetap aman.
Tahun ini produksi daging sapi lokal diproyeksi sebesar 437.317 ton, sapi bakalan impor 316.350 ton dan daging sapi/kerbau impor 60,641 ton sehingga total ketersediaan 770.771 ton.
Adapun, kebutuhan tahun ini diperkirakan sebesar 711.885 ton sehingga terdapat surplus 58.886 ton.
Lebih lanjut, Makmun mengatakan, seiring dengan merebaknya wabah PMK, Kementan akan mengenakan eartag atau penanda pada setiap sapi. Ditargetkan sebanyak 14,5 juta sapi akan mendapatkan penanda. Itu dilakukan untuk memperketat pengaturan lalu lintas ternak.
Penanda tersebut dapat dipindai melakui aplikasi sehingga biodata ternak sapi akan terlacak. Upaya itu, menurut Makmun, akan membenahi pendataan populasi sapi di Indonesia. Apalagi tahun 2023 mendatang Badan Pusat Statistik (BPS) akan melakukan sensus pertanian yang digelar 10 tahun sekali.