EKBIS.CO, JAKARTA— Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional menyebutkan kenaikan harga telur saat ini karena sedang mencari keseimbangan (ekuilibrium) sebagai akibat kenaikan pada beberapa variabel biaya.
"Contohnya pakan karena beberapa ada yang masih impor sehingga ketika terjadi gejolak mata uang harga ikut naik," kata Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, saat memberikan arahan pada Rapat Pimpinan Provinsi III/ 2022 Kadin DKI Jakarta di Jakarta, Sabtu (28/8/2022).
Arief menuturkan tak hanya itu banyak variabel yang membuat harga telur mengalami kenaikan, salah satunya yang juga memberi kontribusi besar, antara lain biaya transportasi apalagi telur bukan komoditi yang tahan lama, ungkap Arief.
Arief mengatakan yang pasti harga telur tidak mungkin untuk kembali ke harga Rp19 ribu hingga Rp20 ribu per kilogram karena bakal mematikan peternak.
"Kalau harga menjadi Rp19 ribu hingga Rp20 ribu per kilogram peternak pasti kolaps dan mereka bakal kapok menjadi peternak," ujar Arief.
Arief mengingatkan ketika harga telur jatuh empat bulan menjelang lebaran, semua peternak lantas memotong ayam petelur untuk menutup kerugian.
"Namun apa yang terjadi setelah harga kembali normal. Pengadaan ayam petelur itu tidaklah mudah. Butuh waktu lima hingga enam bulan agar ayam bisa bertelur kembali," ujar Arief.
Kondisi demikian, jelas Arief, harus dilakukan koordinasi lintas lembaga dan kementerian agar produksi dan konsumsi dapat sejalan.
Sebagai tindak lanjut, Arief mengatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untuk memetakan daerah-daerah rawan kemiskinan agar bisa dipasok telur ayam.
"Tidak hanya telur ayam tetapi juga sembilan bahan pangan lainnya kita akan siapkan sebagai upaya tercapainya keseimbangan antara konsumsi dan produksi," ucap Arief.
Arief mengungkapkan pasokan juga diatur jangan sekaligus dalam satu waktu namun dibuat berkelanjutan dengan menyasar daerah-daerah yang membutuhkan.
Terkait hal itu, Arief mengatakan telah bermitra dengan pengusaha yang tergabung dalam Kadin Indonesia untuk menjamin keberlangsungan pengiriman komoditi pangan ke sejumlah daerah.
Arief menyatakan Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan agar faktor pendorong inflasi termasuk pangan tidak boleh melebihi angka pertumbuhan ekonomi 4,9 persen.
"Ini tentunya menjadi pekerjaan rumah kita bersama mengingat kontribusi pangan terhadap inflasi cukup tinggi dibanding sektor lainnya," tuturArief.
Arief berharap dengan menggandeng pengusaha yang tergabung di dalam Kadin Indonesia diharapkan petani/ peternak tetap untung, pedagang sejahtera, dan terpenting konsumen juga nyaman.
Terkait kerja sama dengan Badan Pangan Nasional, Ketua Kadin DKI Jakarta Diana Dewi menyatakan kesiapan untuk menjalin kemitraan.
"Salah satunya melalui kegiatan Jakarta Festival dengan memfasilitasi UMKM di bidang kuliner dalam rangka mendukung program Badan Pangan Nasional," kata Diana Dewi.
Diana Dewi juga membenarkan adanya kenaikan beberapa bahan pangan seperti telur lebih disebabkan adanya anomali cuaca sehingga membutuhkan peran serta pemerintah dan swasta untuk melakukan normalisasi.
Menyangkut hal itu, Diana Dewi memastikan akan mendukung sepenuhnya keinginan Badan Pangan Nasional agar bisa menjadi jembatan dalam upaya mencari keseimbangan antara produksi dengan konsumsi.