Kamis 08 Sep 2022 06:27 WIB

Prof Rokhmin Dahuri Bahas Udang Indonesia di Global Shrimp Forum, Belanda

KKP menargetkan produksi udang budidaya meningkat menjadi dua  juta ton pada 2024.

Red: Irwan Kelana
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) dan Penasehat Menteri Kelautan dan Perilkanan, Prof Dr Ir  Rokhmin Dahuri MS (kanan) tampil di panel Global Shrimp Forum yang digelar  di Hotel Van der Plak, Utrecht, Belanda, Rabu (7/9/2022).
Foto: Dok RD Institute
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) dan Penasehat Menteri Kelautan dan Perilkanan, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS (kanan) tampil di panel Global Shrimp Forum yang digelar di Hotel Van der Plak, Utrecht, Belanda, Rabu (7/9/2022).

EKBIS.CO, UTRECHT -- Dalam kapasitasnya sebagai ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) dan Penasehat Menteri Kelautan dan Perilkanan, Prof Dr Ir  Rokhmin Dahuri MS  diundang di Global Shrimp Forum yang berlangsung di Hotel Van der Plak, Utrecht, Belanda 7 - 8 September 2022.  Global Shrimp Forum baru pertama kali diadakan di dunia. Acara itu dihadiri oleh 445 peserta dari 35 negara mewakili 5 Benua. 

“Global Shrimp Forum mewakili seluruh mata rantai industri budidaya udang: perusahaan pakan, broodstock (induk udang) dan hatchery, peralatan dan mesin tambak udang, obat-obatan, growth stimulant, industri pengolahan udang sampai ke traders,” kata Prof Rokhmin Dahuri dalam rilis yang diterima Republika.co.id  dari Utrecht, Belanda, Rabu (7/9/2022).

Setelah dibuka pada pukul 09.00 pagi 7 September oleh Dr  Willem van der Pijl dan Mrs Esther Luiten (pendiri Global Shrimp Forum), Forum dilanjutkan dengan menampilkan dua  keynote speakers: Hugo Byrnes (Vice President Product Integrity, Ahold Delhaize) dan Vice President Rabbo Bank.

Kemudian dilanjutkan dengan “Industry Leadership Panel” mewakili lima  negara produsen udang budidaya terbesar di dunia. Yakni,  (1) Ekuador (Carlos Miranda, President of the Board, Camera Nacional de Acuacultura, (2) China (Dr. Cui He, President of China Aquatic Product Processing and Marketing Alliance), (3) India (Victor Suresh, President of India Society of Aquaculture Professional, (4) Vietnam (Nguyen Hoai Nam, Deputy General Secretary, Vietnamese Association of Seafood Exporters and Producers), dan (5) Indonesia (Prof  Rokhmin Dahuri). Panel itu dimoderatori oleh Melanie Siggs, Vice President of the Center for Responsible Seafood dan Penasehat World Economic Forum’s Ocean Program, Friend of Ocean Actions.

Prof  Rokhmin menyampaikan bahwa karena Indonesia sebagai negara Kepulauan terbesar di dunia dengan 99.000 km garis pantai (terpanjang kedua di dunia setelah Kanada) dan memiliki sekitar 3 juta hektar lahan pesisir mestinya Indonesia menjadi produsen udang budidaya terbesar di dunia. Namun, faktanya menurut FAO (2022) pada 2021 justru Ekuador menjadi produsen udang budidaya terbesar di dunia, sekitar juta ton. Padahal garis pantainya hanya 2.300 km dan luas tambaknya hanya 220.000 ha. Diikuti China dengan 860.000 ton (15.000 km garis pantai, India 700.000 ton (7500 garis pantai), Vietnam 600.000 ton (3200 km garis pantai), dan Indonesia 550.000 ton.

Sebab itu,  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)  menargetkan produksi udang budidaya meningkat menjadi dua  juta ton pada 2024 yang terdiri dari 80 persen  udang Vanammei dan 20 persen  udang Windu. “Nilai ekspor udang pun diharapkan bakal meningkat 250 persen  pada 2024 dari 2021,” ugkap Rokhmin. 

Target tersebut, kata Rokhmin,  akan dicapai melalui program revitalisasi tambak udang tradisional (ekstensif) dan semi intensif. Pembangunan Shrimp Estates, dan ekstensifikasi terbatas di luar kawasan mangrove. 

“Semua program akan menerapkan Best Aquaculture Practices (lokasi sesuai RTRW, induk dan benur unggul, pakan berkualitas dan cara pemberian pakan yang akurat serta benar sehingga Polymerase Chain Reaction (PCR)-nya satu, pengendalian hama dan penyakit, manajemen kualitas air, teknologi budidaya mutakhir, aquaculture engineering, dan biosecurity), zero waste and emission, Integrated Supply Chain Management System,” paparnya.

Pemerintah Indonesia, kata dia,  menjamin iklim investasi dan kemudahan berbisnis yang kondusif, penyediaan kredit perbankan dan sumber dana lainnya.

Prof  Rokhmin juga mengingatkan bahwa,  “Kita harus melalukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim global, dan disrupsi supply chain akibat dinamika geopolitik seperti perang Rusia vs Ukraina.”

Setelah itu acara dibagi menjadi tiga kelompok: (1) review dan outlook produksi udang Vanammei global, (2) inovasi dan teknologi terkait dengan seluruh mata rantai budidaya udang (hulu - hilir), dan (3) tantangan di bidang hukum dan peraturan pemerintah.

Di kelompok-1: pembicara dari Indonesia diwakili oleh Yulius Roland Sebastian, Head of Marketing and Sales, Japfa Aquafeed/Suri Tani Pemuka (STP).  

Kelompok-2: dari Indonesia diwakili oleh Gibran Huzaifah, presiden direktur e-Fishery.

Pada Kamis (8/9/2022), acara dibagi menjadi enam  kelompok: (1) pakan dan genetik, (2) investasi dan keuangan,  (3) rantai pasok yang inklusif dan perbaikan secara kontinu, (4) outlook tentang pasar dan retail, (5)tentang udang windu dan udang galah, dan (6) negara-negara baru produsen udang Vanammei budidaya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement