Kamis 08 Sep 2022 20:19 WIB

Asosiasi Pengemudi Ojol Tolak Aturan Tarif Baru, Ini Alasannya

Asosiasi Pengemudi Ojol meminta tarif sewa aplikasi yang mustinya di bawah 10 persen

Rep: Haura Hafidzah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah pengemudi ojek online (ojol) menunggu penumpang di Jalan Kebon Kawung, Cicendo, Kota Bandung. Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia Igun Wicaksono menanggapi terkait aturan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terbaru 2022 tentang penyesuaian tarif ojek online (ojol) yang akan berlaku efektif pada (10/9/2022). Menurutnya, aturan tersebut tidak sesuai dengan tuntutan yang ia sampaikan kepada Kemenhub.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah pengemudi ojek online (ojol) menunggu penumpang di Jalan Kebon Kawung, Cicendo, Kota Bandung. Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia Igun Wicaksono menanggapi terkait aturan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terbaru 2022 tentang penyesuaian tarif ojek online (ojol) yang akan berlaku efektif pada (10/9/2022). Menurutnya, aturan tersebut tidak sesuai dengan tuntutan yang ia sampaikan kepada Kemenhub.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia Igun Wicaksono menanggapi terkait aturan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terbaru 2022 tentang penyesuaian tarif ojek online (ojol) yang akan berlaku efektif pada (10/9/2022). Menurutnya, aturan tersebut tidak sesuai dengan tuntutan yang ia sampaikan kepada Kemenhub.

"Kami Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia menolak KP terbaru tersebut karena ada beberapa point yang tidak sesuai dengan tuntutan rekan-rekan kami dari seluruh Indonesia yang telah kami sampaikan sebelumnya kepada Kemenhub," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (8/9/2022).

Kemudian, ia melanjutkan telah menyampaikan dua tuntutan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Darat saat rapat daring bersama pejabat Kemenhub dan rekan-rekan asosiasi dari perwakilan berbagai Provinsi di Indonesia pada (6/9/2022).

Adapun tuntutannya yaitu, Pertama Kemenhub sebagai regulator pusat memberikan wewenang kepada regulator tingkat Provinsi untuk mengkaji, merumuskan dan menerbitkan tarif ojek daring dengan melibatkan stakeholder dan asosiasi pada tingkat Provinsi. Sehingga menghilangkan sistem zonasi yang diberlakukan pada saat ini.

Kedua, untuk besaran biaya sewa aplikasi, kami dari asosiasi sepakat dengan rekan-rekan kami dari seluruh Indonesia sebesar maksimal 10 persen jangan lebih dari 10 persen karena sebesar berapapun tarif yang diberlakukan, jika besaran biaya sewa aplikasi lebih dari 10 persen akan merugikan pendapatan pengemudi ojek daring dan besaran biaya sewa aplikasi maksimal 10 persen ini harus dicantumkan dalam KP agar dapat dilaksanakan oleh seluruh perusahaan aplikasi.

"Dua tuntunan tersebut menjadi alasan penolakan aturan baru tarif ojek online yang diumumkan Kemenhub," kata dia.

Maka dari itu, selagi masih ada waktu pemberlakuan efektif tarif ojek daring per tanggal 10 September 2022. Diharapkan regulator dalam hal ini Kemenhub dapat melakukan revisi kembali.

"Apabila dari dua tuntutan terkait aturan ini tidak juga direvisi oleh Kemenhub maka kami bersama rekan-rekan seluruh Indonesia akan memprotes dan menolak bentuk aturan yang tidak sesuai dengan tuntutan kami ini," kata dia.

Sebelumnya diketahui, Kementerian Perhubungan memutuskan kenaikan tarif ojol per 10 September 2022 seiring dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan tarif rata-rata untuk batas atas dan batas bawah tersebut sekitar 6 persen hingga 13,33 persen sementara tarif minimal menjadi Rp 8.000 hingga Rp 11.200.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement