Rabu 14 Sep 2022 14:31 WIB

Energi Bersih untuk Masyarakat Desa Indonesia

Masyarakat di desa masih banyak yang hidup dengan keterbatasan, salah satunya energi

Red: Gita Amanda
Zagy Yakana Berian, Peneliti Muda sekaligus Pendiri Society of Renewable Energy (SRE).
Foto: Pertamina
Zagy Yakana Berian, Peneliti Muda sekaligus Pendiri Society of Renewable Energy (SRE).

EKBIS.CO, Oleh: Zagy Yakana Berian, Peneliti Muda sekaligus Pendiri Society of Renewable Energy (SRE) dan Alicia Irzanova Praktisi Komunikasi dan Community Engagement Terutama di Bidang Energi

Masyarakat di desa masih banyak yang hidup dengan keterbatasan, salah satunya energi, tidak hanya listrik tapi gas yang digunakan untuk kegiatan memasak memaksa mereka bekerja lebih panjang untuk mendapatkan itu. Contohnya, listrik yang sekarang digunakan notabene berasal dari mesin berbahan bakar diesel yang harus memaksa mereka mencari sumber bahan bakar dengan jarak yang jauh.

Energi ini luas, dan memiliki peran penting dalam aktivitas makluk hidup khususnya manusia. Desentralisasi energi atau lebih mudahnya kita sebut sebagai pemberian energi pada masing-masing daerah, artinya setiap daerah mendapatkan energi yang dekat dengan aktivitas mereka. 

Desentralisasi energi ini dapat menjadi solusi penyelesaian masalah dan peningkatan aktivitas ekonomi mereka. Tetapi, perlu didukung dengan ekosistem yang diciptakan di masyarakat tersebut seperti pengelolaan aset agar dapat berjalan baik, pengelolaan keuangan dari aktivitas ekonomi yang tercipta, dan distribusi produk ke pasar sehingga apabila infrastruktur dan teknologi diciptakan maka semuanya dapat bersinergi menjadi ekosistem yang ada di desa tersebut. Maka, rantai kegiatan yang panjang tersebut dapat terputus sehingga kesejahteraan mereka dapat meningkat.

Sulit, itu yang langsung tercuat saat terpikir membangun ekosistem di desa. Tetapi, suatu keharusaan untuk memulai kearah sana. Bukan lagi saatnya saling menunggu, banyak program yang dibentuk salah Salah satu lokasi yang dapat menjadi proyek acuan adalah Desa Bondan Cilacap, salah satu desa terisolir di lautan dan tidak mendapatkan listrik sebelumnya lalu dibangun sebuah teknologi hybrid energy pole (HEOP) dari tenaga angin dan surya, kedua sumber energi tersebut diolah menjadi listrik yang bisa menerangi rumah penduduk, sekolah dan berbagai aktivitas ekonomi warga. Dengan total kapasitas 16.200 Wp (watt-peak) disimpan dalam penyimpan energi atau baterai lalu dikirimkan melalui kabel listrik kepada 78 rumah tangga, 1 sekolah, 1 masjid dan 2 rumah produksi.

photo
Alicia Irzanova praktisi komunikasi dan community engagement terutama di bidang energi. - (Pertamina)

 

Dampak ganda yang tercipta, dari listrik yang tersedia mereka dapat melakukan kegiatan dipermudah oleh elektronik dan kegiatan belajar dapat dilakukan tidak hanya siang hari melainkan malam hari. Dari situ, taraf hidup masyarakat berpotensi mengalami peningkatan, energi bersih tersebut tidak hanya baik terhadap lingkungan tetapi berdampak besar kepada masyarakat. 

Dari ekosistem yang digambarkan di awal, peran serta korporasi yang menggandeng komunitas lokal dan didukung oleh pemerintah berpotensi meningkatkan GDP Indonesia serta penggunaan energi perkapita di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia bisa menjadi negara maju didukung oleh kesejahteraan masyarakatnya.

Komponen terpenting adalah peran komunitas lokal yang dapat memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai operasi sistem dan meningkatkan aktivitas ekonomi. Karena, banyak sekali program yang tidak berjalan jika hanya sekedar membangun tanpa ada pembinaan masyarakat.

Pertamina, sebagai korporasi nasional telah memulai melalui dukungan penuh terhadap Desa Bondan dan Desa Energi Berdikari lainnya; guna memantik terciptanya sinergitas dan jumlah aktivitas yang lebih banyak. Niscaya, peningkatan taraf hidup masyarakat desa bukan menjadi cerita dan angan angan belaka melaikan menjadi kenyataan yang terbangun dalam sebuah ekosistem.

Tidak hanya memberi kembali pada masyarakat, peran korporasi dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat  juga memberi kontribusi terhadap keberlangsungan bisnis. Mengutip World Economic Forum, bisnis yang berdampak positif terhadap lingkungan akan mendapatkan tingkat kepercayaan yang lebih dari investor. Untuk investor, organisasi yang memiliki performance ESG yang buruk, menunjukkan risiko finansial yang lebih besar.

PWC Global Investor Survey 2021 menunjukkan bahwa ESG menjadi komponen kritikal dalam pengambilan keputusan investasi. Mempertemukan ‘semangat memberi kembali kepada masyarakat’ dengan kepentingan bisnis perusahaan menjadi suatu tantangan bagi korporasi. Salah satu karakter pengelolaan ESG yang dicari oleh para investor di antaranya adalah adanya relevansi antara faktor-faktor ESG pada model bisnis Perusahaan.  

Dalam target jangka panjang Pertamina, strategi keberlangsungan Pertamina diterjemahkan dalam sepuluh fokus yang selaras dengan Sustainability Development Goals dan dikelompokan dalam topik lingkungan, sosial dan compliance (ESG). Target jangka ini ini dimonitor terus menerus dan dilaporkan sampai ke pimpinan tertinggi sebagai bentuk komitmen perusahaan. Dari fokus tersebut, setidaknya tiga fokus yang dapat terwujud dari implementasi program Desa Energi Berdikari, di antaranya fokus dalam mengatasi perubahan iklim, fokus riset dan inovasi serta fokus keterlibatan dan dampak terhadap komunitas. 

Pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di desa energi berdikari secara langsung dapat berdampak pada fokus perubahan iklim. Pertamina melaporkan bahwa dari Program Desa Energi Berdikari terdapat di 47 titik saat ini dapat berkontribusi mengurangi 530.000 Ton CO2 eq/tahun. 

Desa Energi Berdikari tidak hanya menjadi showcase tetapi juga dapat menjadi laboratorium yang nyata untuk mendukung fokus riset dan inovasi. Dari 47 titik Desa Energi Berdikari terdapat Program Solar Energy, Program Gas Energy, Program Hybrid (Solar & Wind) Energy, Program Microhydro Energy, dan  Program Biodiesel Energy. Program tersebut cukup merepresentasikan sebagian dari sumber daya dan teknologi yang menjadi alternatif dalam EBT.

Dari fokus keterlibatan dan dampak terhadap komunitas, terdapat 2.750 rumah tangga yang mendapat manfaat dari program ini baik dari segi peningkatan kualitas hidup dengan adanya aliran energi untuk listrik dan memasak. Listrik yang dihasilkan digunakan untuk kegiatan pertanian, perikanan, peternakan, dan kegiatan lainnya seperti pengairan. Tidak hanya listrik, tapi juga menyasar ke biogas untuk dapat digunakan oleh masyrakat sekitar. Dari kegiatan tersebut, multiplier effect yang dihasilkan Rp 1.8 miliar per tahun. 

Dalam rangka G20, momentum ini diambil untuk menciptakan program yang lebih besar. Bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dan juga organisasi anak muda yaitu Society of Renewable Energy (SRE), Pertamina memilih 11 lokasi pada desa binaan untuk dipasang panel surya sebagai pilar terpenting dalam peningkatan kegiatan ekonomi. Uniknya, kegiatan tersebut dilakukan oleh anak muda dibawah 25 tahun yang sudah tersertifikasi melalui program Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (GERILYA) KESDM. 

Mengapa generasi ini perlu dilibatkan? Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik mengenai jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin pada tahun 2021, terdapat hampir 133 juta penduduk Indonesia berusia dibawah 30 tahun atau hampir setengah populasi di Indonesia. Jika dilihat, generasi inilah yang akan aktif berkontribusi dalam transisi energi guna menanggulangi perubahan iklim.

Selain itu, mereka aktif dalam penyebaran isu ini dan senang berbagi dalam kegiatan bermasyarakat pada sosial media masing-masing. Hal ini sejalan dengan laporan yang dikeluarkan oleh YPulse dalam penggunaan sosial media, generasi muda sangat aktif menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement