Senin 19 Sep 2022 17:18 WIB

Pemerintah Bakal Atur Harga Kedelai, Petani: Kuncinya Produktivitas

Petani menyambut baik rencana BUMN untuk menyerap hasil panen kedelai.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Kedelai (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Kedelai (ilustrasi).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Pemerintah segera menetapkan harga pembelian kedelai lokal yang diperkirakan sebesar Rp 10 ribu per kg. Petani menilai, harga itu sudah dapat memberikan keuntungan. Namun, semua bergantung pada tingkat produktivitas bibit yang bisa dihasilkan.

Petani kedelai dari Sumedang, Jawa Barat, Tata Marongge, kepada Republika.co.id, menuturkan, harga kedelai yang terakhir ia produksi pada Juni lalu dibeli sebesar Rp 10 ribu per kg oleh tengkulak. Namun, tingkat produktivitas kurang dari 1 ton per hektare (ha). Dengan kata lain, pendapatan yang ia peroleh di bawah Rp 10 juta dan kurang menguntungkan.

Baca Juga

Ia menjadi salah satu penerima bantuan benih kedelai dari pemerintah secara gratis. Namun, menurut Tatat hasil pertumbuhan dari benih bantuan pemerintah seringkali tak maksimal.

"Seandainya harga Rp 10 ribu per kg, misalkan panen bisa 1,4 ton per ha, itu sudah ada keuntungan sedikit karena dengan bantuan benih saja modal sudah sekitar Rp 7 juta sampai Rp 8 juta per ha," katanya.

Tata menuturkan, keuntungan yang diperoleh itu tidak dinikmati dirinya sendiri. Sebab, dalam satu hektare sawah kedelai dikelola oleh beberapa orang. Itu sebabnya, faktor produksi amat penting untuk menarik minat petani kembali pada kedelai.

Petani berharap, produktivitas kedelai lokal dapat ditingkatkan dengan benih berkualitas sehingga pendapatan dan kesejahteraan petani bisa terangkat. Ia pun bercerita, selain produktivitas bibit yang rendah, harga kedelai dalam negeri sebelumnya hanya Rp 5.000 - Rp 6.000 per kg karena harus bersaing dengan kedelai impor. Harga itu pernah dialami petani sebelum adanya tren kenaikan harga kedelai dunia yang saat ini berada pada kisaran Rp 11.000 per kg.

Namun, dirinya mengakui petani kedelai juga harus mampu mengelola sawahnya dengan lebih baik. Tanpa perawatan yang tepat, produktivitas kedelai yang dihasilkan sulit untuk mencapai angka optimal.

Tata juga mengingatkan pemerintah untuk menyiapkan pasar bagi petani. Ia mengaku selama ini pemerintah sekadar meminta petani untuk menanam dan meningkatkan produksi. Namun tak menyediakan akses pasar yang pasti bagi petani.

Rencana pemerintah untuk menugaskan BUMN dalam menyerap hasil produksi kedelai pun disambut baik. Asalkan, harga beli oleh BUMN bisa memberikan keuntungan kepada petani.

"BUMN ya boleh saja membeli, tapi harga sesuai tidak?" ujarnya.

Pemerintah segera menetapkan harga acuan pembelian kedelai lokal yang menguntungkan petani untuk memacu produksi dalam negeri. Lewat penetapan harga itu diharapkan produksi kedelai lokal yang masih defisit dapat terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri.

Kebijakan penetapan harga kedelai baru saja dibahas dalam Rapat Terbatas (Ratas) di Istana Negara, Jakarta, Senin (19/9/2022) yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo. Selain penetapan harga, pemerintah juga akan menugaskan BUMN untuk menyerap hasil produksi sehingga memberikan kepastian pasar bagi petani.

Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo Adi, menuturkan, pihaknya tengah menyiapkan kebijakan harga tersebut. Seluruh langkah yang akan ditempuh untuk memacu produksi kedelai lokal telah dikoordinasikan langsung oleh presiden.

"Kemungkinan (harganya) sekitar Rp 10 ribu per kilogram," kata Arief kepada Republika.co.id, Senin (19/9/2022).

Ia menuturkan, BUMN yang akan menjadi penyerap hasil produksi kedelai adalah Bulog. Itu sesuai dengan tugas utama Bulog yang mengurus padi, jagung, dan kedelai untuk kebutuhan cadangan pangan pemerintah. Adapun untuk kebutuhan komersialisasi dikerjakan langsung oleh ID Food sebagai holding BUMN Pangan.

Soal pendanaan penyerapan kedelai, ia menjelaskan, BUM akan mendpatkan bantuan pendanaan Kemenkeu melalui bank-bank BUMN dengan bunga rendah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement