EKBIS.CO, JAKARTA -- Koperasi bernama Koperasi Desa Ekspor Indonesia sukses mengekspor komoditas vanili ke sejumlah negara dan mengembangkan sejumlah produk turunan untuk meningkatkan nilai tambah.
"Telah diekspor ke Jepang sejak November 2021 hingga sekarang, walaupun kuantitas masih sekitar 30-50 kg per bulan," kata Founder dan Direktur Koperasi Desa Ekspor Indonesia Mahdalena dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (23/9/2022).
Mahdalena mengatakan, usahanya turut didukung oleh Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian yang aktif membantu promosi produk vanili petani ke luar negeri. Salah satunya melalui Pameran ODICOFF pada bulan November 2021 yang mempromosikan sampel produk vanili ke Maroko, Denmark, Mesir, UEA, Serbia, Belanda dan lainnya. Promosi tersebut berhasil menjual sekitar 8 kg vanila.
"Selama ini produk vanili yang kami pasarkan dalam bentuk polong kering, namun saat ini kami sedang mengembangkan produk turunan seperti tepung, ekstrak, dan pasta vanili skala home made," katanya.
Produk tersebut siap dipasarkan pada pertengahan Oktober 2022, dan sudah ada pemesanan 500 botol per bulan di pasar lokal. Dia mengatakan Koperasi Desa Ekspor Indonesia juga aktif mendampingi petani untuk memperbaiki mutu vanilli. Sebagai upaya perdana dilakukan pada Kelompok Tani dan UMKM Kabupaten Manggarai Barat yang telah berhasil membuat vanilla dengan kualitas ekspor sebanyak 15 - 20 kg dan diterima oleh pasar Jepang melalui pendampingan pascapanen.
"Untuk memperbaiki mutu dan peningkatan produksi di hulu, kami harus berkolaborasi dengan para petani vanili senior di beberapa daerah dan para komunitas petani vanili agar aktif mendampingi poktan di daerahnya masing masing," kata Mahdalena.
Yang tak kalah penting, lanjut dia, adalah hilirisasi pengembangan komoditas vanili pascapanen dan pasar yang luas.
Dia menyebut hal itu dapat membantu ketahanan ekonomi keluarga petani, pemberdayaan perempuan saat pascapanen dan membuka lapangan kerja milenial khusus produk turunan.
"Saya berharap ekosistem bisnis vanilli dari hulu ke hilir dapat terintegrasi," kata Mahdalena.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Andi Nur Alam Syah mengatakan saat ini dari komoditas perkebunan unggulan yang memiliki harga dalam bentuk pangan mentah adalah vanili.
Harga vanili basah bisa mencapai Rp300-800 ribu per kg. Sedangkan vanili kering kualitas ekspor bisa lebih dari Rp3 juta per kg.
"Potensi ini yang perlu kita garap bersama, dimulai dari hulu, perlu dilakukan penataan kebun, juga aspek keamanan kebun yang menjadi titik sentral. Dari sisi mutu dan pascapanen harus diperbaiki. Vanili Indonesia ini saya rasa tidak perlu energi besar untuk mencari buyer, hanya perlu sedikit sentuhan branding, maka laku terjual," katanya.
Dia menyebutkan bahwa vanili Indonesia terkenal berkualitas dengan kadar di atas 2,75 persen. Bahkan vanila Alor bisa mencapai di atas 3 persen.
"Kami mendukung kemitraan ekspor yang harus digali potensi-potensi petani milenial di tiap sentra produksi. Niscaya, dari para petani milenial tersebut, produksi vanili Indonesia mampu menguasai 80 persen lebih pasar vanili dunia. Ini harapan saya," kata Andi Nur Alam.
Plt. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementan Baginda Siagian mengatakan potensi pengembangan budidaya dan pasar vanili sangat menjanjikan dengan kebutuhan dunia mencapai 8-10 ribu ton per tahun. Namun produksi dunia terbatas hanya 5-6 ribu ton per tahun.
Saat ini hanya Indonesia, Madagaskar, PNG, Meksiko dan China yang merupakan lima besar produsen vanili dunia. Tantangan lain adalah industrialisasi produk di Indonesia yang belum berkembang luas walaupun potensi daerah penghasil vanili cukup banyak. NTT merupakan salah satu unggulan vanili Indonesia.