EKBIS.CO, JAKARTA -- Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) masih optimistis prospek ekspansi kredit pada tahun depan lebih tinggi daripada 2022. Hal ini seiring pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
Anggota Himbara, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menargetkan penyaluran kredit tumbuh 10 persen pada tiga tahun mendatang. Hal ini seiring langkah perseroan menjaga net interest margin, kualitas aset, dan strategi shifting loan mix ke segmen yang memiliki risiko rendah.
Sekretaris Perusahaan BNI Okki Rushartomo Budi Prabowo mengatakan, perseroan berupaya memfokuskan kredit segmen korporasi top tier client yang dari sisi kualitas memiliki outlook secara baik.
“Kami juga fokus segmen SME atau UMKM, BNI juga akan mendorong pertumbuhan bisnis UMKM berorientasi ekspor, serta diaspora yang berada di luar negeri melalui program BNI Xpora dan kapabilitas digital,” ujarnya ketika dihubungi Republika, dikutip Senin (26/9/2022).
Menurutnya pertumbuhan bisnis segmen konsumer akan datang terutama berasal dari cross selling dengan nasabah segmen korporasi dan UMKM. “Kami akan fokus menangkap peluang bisnis seperti KPR dan KTA dari pemilik bisnis maupun pegawai nasabah wholesale banking kami,” ucapnya.
Anggota Himbara lainnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menambahkan, perseroan akan lebih banyak bermain pada segmen korporasi dan komersial untuk menyalurkan kredit pada tahun depan. Perseroan memproyeksikan pertumbuhan kredit tahun depan tidak akan setinggi 2022.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha mengatakan, pada tahun ini perseroan membidik pertumbuhan 11 persen. Pada Juli 2022 penyaluran kredit sebesar 11,4 persen secara tahunan.
“Poyeksi itu didasarkan dengan faktor normalisasi restrukturisasi Covid-19 yang akan dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ucapnya.
Menurutnya ketika kebijakan yang berlaku hingga Maret 2023 dinormalkan, bank harus melakukan penyesuaian kolektibilitas terhadap kredit yang direstrukturisasi. Saat ini, restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 masuk dalam kategori lancar sehingga bank tidak melakukan pencadangan.
Selain itu, terdapat tantangan makro ekonomi yakni keputusan kebijakan makro ekonomi bank sentral Amerika Serikat (AS) dan bank sentral Eropa yang kemudian direspon oleh Bank Indonesia (BI) dengan kenaikan suku bunga.
"Perbankan ke depan harus mewaspadai perkembangan rasio kredit non performing loan (NPL) dan kecukupan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) pada kredit-kredit restrukturisasi Covid-19," ucapnya.
Ke depan perseroan berupaya mengantisipasi itu dengan melakukan pencadangan yang cukup besar. Hanya saja, pihaknya mengkhawatirkan bank-bank lain tidak melakukan hal serupa sehingga bisa berdampak pada industri dan mengganggu pertumbuhan ekonomi ke depan.
Anggota Himbara lainnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk juga memproyeksikan pertumbuhan kredit perseroan sektor perumahan pada tahun depan akan lebih tinggi dari tahun ini. Hal ini mengingat kebutuhan perumahan akan lebih besar pada 2023.
Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo mengatakan permintaan bisa dipengaruhi oleh bunga kredit dan likuiditas. Adapun dua aspek sudah diperhatikan perseroan pada tahun depan.
Terkait likuiditas, perseroan sudah punya strategi untuk menggunakannya dalam jangka panjang lewat kerja sama partnership dengan lembaga atau korporasi dalam penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR).
Selain melakukan kerja sama terkait penyaluran KPR subsidi yang merupakan program pemerintah, perseroan melakukan kerja sama dengan lembaga lain seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BP Tapera untuk menyalurkan KPR kepada pada penerima manfaat di masing-masing lembaga.
"Partnership yang sudah berjalan, saat ini ada Tapera dan BPJS Ketenagakerjaan. Nanti ada lagi kerja sama dengan lembaga-lembaga lain, mendatangkan manfaat bagi BTN dalam penyediaan likuiditas yang sepadan dengan umur KPR, sehingga isu likuiditas sudah bisa kita tangani," ucapnya.
Haru menyebut, naik tidaknya suku bunga bisa memengaruhi permintaan KPR. Namun, dia melihat pengaruhnya tidak besar selama daya beli masyarakat ada dan tidak terganggu.