EKBIS.CO, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023 menjadi undang-undang APBN 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penyusunan APBN 2023 dilakukan di tengah situasi ekonomi global yang bergejolak.“Dinamikanya masih kita lihat dan kita rasakan, sehingga di dalam keputusan APBN 2023 kita memahami satu sisi kita tetap optimis namun sisi lain kita juga waspada," ujarnya saat konferensi pers, Kamis (29/9/2022).
Dalam pembahasan APBN 2023, disepakati belanja negara dari Rp 3.041,7 triliun menjadi Rp 3.061,1 triliun. Lalu pendapatan negara sebesar Rp 2.463 triliun atau lebih besar Rp 19,4 triliun dibandingkan dengan usulan sebelumnya sebesar Rp 2.443,5 triliun. Adapun pendapatan negara terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.021,2 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 441,4 triliun.
"Kita akan melihat secara hati-hati komponen-komponen yang menyebabkan penerimaan negara baik perpajakan pajak, Bea Cukai, maupun PNBP, untuk mengidentifikasi kemungkinan dinamika global yang akan memengaruhi target pendapatan negara tahun depan dan langkah-langkah pengamanan akan diperkuat," ucapnya.
Selanjutnya, defisit APBN 2023 disepakati sebesar Rp 598,2 triliun atau 2,84 persen dari produk domestik bruto (PDB). Keseimbangan primer disepakati sama dengan usulan pemerintah sebesar Rp 156,7 triliun.
"Kita juga akan menjaga agar pembiayaan ini dapat dilakukan dengan aman dan hati-hati apalagi dalam situasi sektor keuangan global mengalami dinamika yang sangat besar pada 2023," ucapnya.
Selain itu, pada asumsi makro yang sudah disepakati yakni pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3 persen, laju inflasi sebesar 3,6 persen, nilai tukar rupiah sebesar Rp 14.800 per dolar AS, suku bunga surat utang negara (SUN) 10 tahun sebesar 7,9 persen. Harga minyak mentah sebesar 90 dolar AS per barel, lifting minyak sebesar 660 ribu barel per hari, dan lifting gas sebesar 1.100 barel per hari.
Secara rinci tingkat pengangguran terbuka (TPT) dalam APBN 2023 disepakati antara 5,3 persen sampai enam persen, tingkat kemiskinan 7,5 persen sampai 8,5 persen dan ketimpangan atau gini ratio rentang 0,375 sampai 0,378.