EKBIS.CO, JAKARTA -- Proses transisi energi yang tengah berlangsung semakin menguatkan peranan industri hulu migas. Peranan hulu migas dalam dalam jangka pendek masih merupakan sumber pendapatan negara yang strategis, dalam jangka panjang akan menjadi sebagai penggerak perekonomian nasional.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menjelaskan kebutuhan energi di era transisi masih akan dipasok oleh energi yang berasal dari fosil, termasuk minyak dan gas bumi. “Kebutuhan energi yang bersumber dari minyak dan gas terus meningkat. Saat ini saja Indonesia adalah net importir minyak dari sejak tahun 2004," ujar Mamit, Rabu (5/10).
Pada sisi lain Industri hulu migas mampu bertransformasi dalam menuju energi yang lebih bersih, dengan cara melakukan efisiensi energi maupun mengembangkan potensi bisnis CCS/CCUS. Bahkan kedepan, jika bisnis CCS/CCUS sudah sanga dominan, justru industri hulu migas telah berubah menjadi industri bersih, karena membantu menyerap dan menyimpan CO2 yang dikeluarkan oleh industri lain, seperti industri semen, industri besi baja dan lainnya.
“Hal yang mendesak adalah revisi UU Migas untuk segera dibuat dalam rangka melindungi atau menjaga keberlangsungan Industri Hulu Migas dan multiplier effect nya. Perlu adanya political will dari semua pihak. Ada atau tidak ada dalam proglegnas, karena amanat revisi UU Migas adalah merupakan keputusan Mahkamah Konstitusi, maka setiap saat jika ada political will, maka revisi UU Migas bisa dibahas Pemerintah dan DPR”, tegas Mamit.
Pemerintah terus berupaya meningkatkan daya saing investasi hulu migas agar dapat bersaing dengan negara lain. Perbaikan kemudahan berinvestasi hulu migas serta insentif terus diberikan agar investor tertarik untuk masuk dan mengelola potensi hulu migas di Indonesia.
Saat ini terkait investasi hulu migas yang menjadi issue antara lain kepastian hukum yaitu revisi UU Migas, aspek perizinan, insentif fiskal untuk menunjang keekonomian (perbaikan split, Domestic Market Obligation free full price dan lainnya), kemudian insentif perpajakan terkait implementasi UU & Tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan dan revisi PP 53/2017 serta PP 27/2017. Isu lain terkait hulu migas adalah perbaikan skema KSO yang mencakup antara lain baseline, tidak ada Cost Recovery Cap, sliding scale split sampai dengan 15 persen dan lainnya.
“Pemerintah terus melakukan koordinasi lintas instansi untuk mendiskusikan dan mencari apa saja yang bisa dilakukan perbaikan dalam rangka meningkatkan iklim investasi hulu migas. Terkait isu yang menjadi kendala tersebut telah dilakukan beberapa hal seperti masukan ke Badan Keahlian DPR terkait RUU Migas. Adapun untuk perizinan SKK Migas melalui one door service policy (ODSP) telah membuat proses penerbitan rekomendasi perizinan menjadi lebih cepat yaitu 1,02 hari kerja. Kita juga sudah menyampaikan usulan percepatan perizinan industri hulu migas”, kata Plt Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Mohammad Kemal, Rabu (5/10).