EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menegaskan pelemahan rupiah tidak terjadi karena faktor fundamental. Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan tekanan pada rupiah ini karena kondisi global, yaitu dolar AS yang menguat sangat tinggi.
"Pelemahan ini bukan karena faktor fundamental, melainkan penguatan dolar AS yang secara year to date (ytd) ini sudah capai 18 persen," katanya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2022, Kamis (20/10/2022).
Perry menegaskan, fundamental nilai tukar rupiah dari semua sisi sangat positif. Mulai dari neraca pembayaran yang tetap sehat, bahkan lebih positif dibanding perkiraan sebelumnya.
Perry mengatakan transaksi berjalan tahun ini yang semula diproyeksi defisit kecil ternyata surplus 0,4-1,2 persen. Ini akan bisa dukung penguatan rupiah ke depan.
Selain itu, imbal hasil portofolio investasi di domestik juga masih menarik dibanding negara emerging lain, Penanaman Modal Asing (PMA) juga terus masuk. Pertumbuhan ekonomi juga terus meningkat, hingga kondisi stabilitas sistem keuangan yang terjaga.
"Semuanya itu dukung rupiah untuk menguat, nah kenapa belum menguat? ya karena memang kondisi globalnya yang tidak menentu, termasuk dolar yang sangat kuat," katanya.
Performa rupiah sendiri dinilai masih cukup baik. Rupiah melemah hanya sekitar 8,03 persen per 19 Oktober 2022 dibanding penguatan dolar AS yang capai 18,1 persen. Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) mencapai puncak di 114,76 pada tanggal 28 September 2022 dan tercatat 112,98 pada 19 Oktober 2022.
Perry mengatakan, seluruh negara sedang berupaya kuat juga untuk menstabilkan nilai tukarnya terhadap dolar AS. Depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India tercatat 10,42 persen, Malaysia 11,75 persen, dan Thailand 12,55 persen.
"Kuncinya adalah kita sinergi yang sangat kuat, dengan KSSK, dunia usaha, perbankan, pemerintah pusat dan daerah untuk dorong ekonomi, untuk jaga nilai tukar kita," katanya.
Perry mengatakan, BI juga terus melakukan intervensi menjaga stabilisasi untuk atasi imported inflation. Ini dilakukan untuk menjaga stabilisasi makroekonomi dan menjaga imbasnya ke perbankan dan korporasi. Sejauh ini pelemahan rupiah dinilai BI tidak berdampak ke perbankan maupun korporasi.