EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) tengah mengkaji kebijakan single price atau satu harga untuk acuan harga eceran tertinggi (HET) beras. Pasalnya, HET beras yang kini mengatur untuk jenis medium dan premium tidak dapat diikuti oleh pasar.
"Akan jadi pertimbangkan ke depan karena harga beras medium Rp 9.450 per kilogram sangat berat," kata Arief kepada Republika.co.id, Rabu (26/10/2022).
Ia menuturkan, pergerakan harga beras medium saat ini faktanya sudah mengalami kenaikan dan melampaui HET yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017.
Adapun, HET beras medium diatur berdasarkan kewilayahan. HET beras medium wilayah Jawa, Lampung, Sumatera, Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi sebesar Rp 9.450 per kg. Sementara di Sumatera selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan sebesar Rp 9.950 per kg. HET medium tertinggi di Maluku dan Papua Rp 10.250 per kg.
Kendati demikian, Arief belum dapat memastikan apakah kebijakan itu akan diterapkan atau tidak. Yang jelas, saat ini NFA tengah mengkaji harga acuan pembelian/penjualan komoditas pangan pokok baik di tingkat produsen maupun konsumen.
Secara terpisah, Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan NFA, Rachmi Widiriani, mengatakan, sejak awal penerapan harga beras medium kerap kali melewati batas HET. Sedangkan harga beras premium yang diatur sebesar Rp 12.800 per kg hingga Rp 13.600 per kg tetap aman dan dapat dipatuhi pelaku usaha.
Berdasarkan catatan NFA, rata-rata harga beras medium di tingkat konsumen saat terus mengalami kenaikan sejak Juli 2022 dari Rp 10.700 per kg menjadi Rp 11.090 per kg saat ini.
"Ini menjadi perhatian NFA dan secara berseri dilakukan diskusi dan kajian bagaimana pemberlakuan HET yang tepat untuk beras. Apakah masih diperlukan dua harga atau cukup satu harga?" ujarnya.
Rachmi menjelaskan, kajian yang tengah dilakukan terutama untuk menentukan level acuan harga yang tepat. HET beras sekaligus menjadi patokan pemerintah kapan harus melakukan intervensi harga beras. Pasalnya, jika intervensi pasar dilakukan terlalu sering dikhawatirkan akan merusak mekanisme pasar di sektor perberasan.
"Kenyataan menunjukkan HET medium selalu terlampaui. Ada harga yang perlu diacu supaya pemerintah tahu kapan harus intervensi," ujar dia.
Ia menambahkan, NFA juga ingin agar ke depan intervensi harga beras dapat dilakukan dengan mengikuti mekanisme pasar. Ia belum menjelaskan lebih detail, namun cara itu diyakini dapat lebih menenangkan para petani dan pelaku usaha ketika sedang terjadi lonjakan harga beras di dalam negeri.
Koordinator Evaluasi dan Pelaporan, Pengolahan, dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP), Kementan, Batara Siagian, menilai, acuan harga beras yang dibuat menjadi tunggal justru bisa menimbulkan kerancuan di pasar beras.
Pasalnya, saat ini kualitas produk beras yang dihasilkan petani sangat beragam. Di sisi lain, konsumen juga memiliki hak untuk memilih kualitas dan harga beras yang ingin dikonsumsi. Ia pun meminta agar kebijakan satu harga beras dipertimbangkan secara mendalam dengan melihat dampak yang akan ditimbulkan.